World's Last Chance

Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

While WLC continues to uphold the observance of the Seventh-Day Sabbath, which is at the heart of Yahuwah's moral law, the 10 Commandments, we no longer believe that the annual feast days are binding upon believers today. Still, though, we humbly encourage all to set time aside to commemorate the yearly feasts with solemnity and joy, and to learn from Yahuwah's instructions concerning their observance under the Old Covenant. Doing so will surely be a blessing to you and your home, as you study the wonderful types and shadows that point to the exaltation of Messiah Yahushua as the King of Kings, the Lord of Lords, the conquering lion of the tribe of Judah, and the Lamb of Yahuwah that takes away the sins of the world.
WLC Free Store: Closed!
Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

Kaum Yahudi dan Hari Sabat

Hal Yang Terlupakan Ditutupi!

Para sarjana Yahudi mengakui bahwa hari Sabtu
bukanlah hari Sabat kuno
yang asli berdasarkan Alkitab.

Mark Twain, seorang
pelawak dan penulis novel
terkenal, dengan wajah mengkerut
pernah mengatakan: “Biasanya diperlukan waktu lebih dari tiga minggu untuk
mempersiapkan pidato dadakan.” Para pembicara publik dengan cepat belajar bahwa
pemikiran dan persiapan yang banyak harus ada dalam setiap presentasi dan
perdebatan jika itu bertujuan untuk membujuk. Bahkan ada beberapa jenis argumen
yang para pembicara publik tidak pernah diajar untuk menggunakannya karena saat
para pembicara publik dapat dipengaruhi emosi-emosinya, mereka menjadi tidak
logis. Sehingga, pada akhirnya, mereka tidak akan meyakinkan siapa pun.

Salah satu
argumen yang sering terdengar menentang konsep Sabat lunar adalah: “Kaum Yahudi
belum pernah kehilangan jejak hari Sabat yang sebenarnya!” Sebuah argumen yang
tidak circular reasoningmembuktikan apapun! Faktanya, argumen tersebut melanggar dua aturan
argumentasi:

  1. Hal tersebut menarik otoritas untuk membuktikan perihal
    tersebut. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa kaum Yahudi moderen adalah otoritas yang
    terpercaya untuk mengetahui kapan hari Sabat yang sebenarnya terjadi.

  2. Penentuan hari Sabat
    tersebut menggunakan penalaran melingkar!
    Dengan kata lain, itu menggunakan pemikiran yang berusaha membuktikan hal itu
    sendiri!  A) Kaum Yahudi beribadah pada
    hari Sabtu; oleh karena itu, B) Hari Sabtu adalah hari Sabat karena, C) hari
    Sabtu adalah hari dimana kaum Yahudi beribadah.

Kebenarannnya
adalah, terlepas dari apa yang rata-rata kaum Yahudi percaya dan praktekkan, hari
Sabtu bukanlah hari Sabat Alkitabiah. Para sarjana Yahudi belum pernah “kehilangan”
hari Sabat tetapi mereka telah dengan sengaja dan sadar mengubah kalender yang olehnya hari Sabat harus ditentukan.
Dan itu telah terjadi begitu lama sehingga membuat banyak orang Yahudi sendiri tidak
menyadari segala sesuatu yang dipengaruhi oleh perubahan kalender ini.

Konsili Nicea
sangatlah penting di dalam sejarah Kekristenan karena pada saat itu kekafiran
menyerang Gereja
dan melemahkan iman orang-orang kudus, umat Kristen Kerasulan mula-mula. Konsili
Nicea juga sangat penting dalam sejarah agama
Yahudi karena itu terjadi setelah penganiayaan sengit
yang menimpa semua orang yang ingin berpegang teguh pada
pengatur-waktu yang Alkitabiah.

Saat Konsili Nicea, penghubung
terakhir yang menghubungkan Kekristenan dengan induknya telah diputuskan. Perayaan
Paskah Easter yang sampai hari
ini dirayakan oleh sebagian besar orang bersamaan dengan Paskah Passover Yahudi, dan bahkan pada
hari-hari
yang telah
dihitung dan ditetapkan oleh Sanhedrin di Yudea
untuk dirayakan;
namun di masa depan
perayaan hari-hari tersebut telah sepenuhnya terbebas
dari kalender Yahudi.
1

Konstantin Agung,
kaisar yang membentuk dewan untuk melanjutkan agenda politik pribadinya, menentukan
jalan yang harus diambil oleh umat Kristen. Dia menginginkan umat Kristen
sepenuhnya memisahkan diri mereka dari warisan
rohani mereka yang didasarkan pada agama
Yahudi. Dia menyatakan bahwa tidak ada perayaan-perayaan
keagamaan yang akan ditetapkan
dengan kalender Yahudi, berikut penjelasannya:

Constantine the GreatSebab adalah merupakan tindakan diluar kepantasan jika
pada perayaan-perayaan Paskah Easter yang paling kudus ini kita harus mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang-orang Yahudi.  Untuk
selanjutnya, jangan sampai kita
memiliki kesamaan dengan orang-orang najis ini; Juruselamat kita telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lain. Hal ini memang akan terlihat konyol
jika orang-orang Yahudi dapat menyombongkan diri bahwa kita tidak dapat
merayakan Paskah tanpa bantuan dari
aturan-aturan mereka (perhitungan-perhitungan[penanggalan]).2

Pernyataan yang
telah tersebar luas ini, menimbulkan efek bencana pada metode perhitungan-waktu kuno. Konstantius,
putra Konstantin, melanjutkannya
lebih jauh lagi.  Konstantin telah
melarang penggunaan kalender Yahudi untuk perayaan-perayaan Kristen. Konstantius
juga melarang orang-orang Yahudi menggunakan kalender tersebut. “Di bawah
pemerintahan Konstantius (337-362) penganiayaan-penganiyaan terhadap kaum Yahudi telah begitu tinggi sehingga
. . . perhitungan kalender telah dilarang dengan ancaman hukuman yang berat.”3 Arti
penting dari tindakan ini tidak dapat diabaikan.  Di bawah penganiyaan yang berat, kaum Yahudi sendiri
mengubah perhitungan waktu mereka. Pemimpin
Hillel II, ketua terakhir Sanhedrin, telah menyatakan dirinya bertanggung jawab
untuk perubahan tersebut, dan pada akhirnya, menyebabkan diterimanya hari Sabtu sebagai
hari Sabat.

Keadaan Yudea
yang menyedihkan adalah kesempatan dari sebuah tindakan penyangkalan diri di
pihak Pemimpin Hillel, yang belum
benar-benar dihargai.  Adat telah berlaku
sampai saat ini untuk tetap menyembunyikan perhitungan bulan baru dan tahun
kabisat, dan untuk mengenalkan waktu-waktu perayaan-perayaan kepada masyarakat
di negara tetangga dengan mengumumkan kepada mereka melalui para utusan. Selama
penganiayaan-penganiayaan tersebut di bawah Konstantius, metode ini telah
terbukti dengan sendirinya tidak praktis dan tidak berguna. Setiap kali
Sanhedrin dicegah dari perbaikan tanggal tahun kabisat, masyarakat Yahudi di negara-negara
yang jauh masih tinggal dalam keraguan terkait keputusan-keputusan agama yang
paling penting tersebut. Untuk menghentikan semua kesulitan dan ketidakpastian,Hillel II memperkenalkan kalender baru yang tetap . . . Dengan
tangannya sendiri P
emimpin
itu menghancurkan ikatan terakhir yang menyatukan masyarakat yang
tersebar di seluruh kerajaan Roma dan Persia
melalui
Kepemimpinan
.4

Fakta bahwa
perubahan ini telah terjadi
lebih dari 1600 tahun yang lalu menjelaskan mengapa orang-orang beranggapan
bahwa hari Sabtu adalah hari Sabat yang sebenarnya hanya karena kaum Yahudi
beribadah pada hari itu. Namun,
para sarjana Yahudi, tetap
menyadari bahwa itu adalah sebuah perubahan kalender yang lengkap:

Menyatakan  bulan baru melalui pengamatan bulan baru, dan tahun baru melalui datangnya musim semi, hanya
dapat dilakukan oleh Sanhedrin.  Pada
zaman Hillel II, . . . orang-orang Roma melarang praktik ini. Oleh karena itu
Hillel II terpaksa mengadakan kalendernya yang telah diperbaiki, sebagai
dampaknya persetujuan yang meluas telah diberikan oleh Sanhendrin untuk semua
kalender di tahun-tahun pada masa kemudian.5

Hal tersebut
tidak cukup menegaskan: para sarjana Yahudi sangat sadar bahwa kalender yang
mereka gunakan sekarang berbeda dari yang ditetapkan oleh Yahuwah, dan yang
dikuatkan oleh Musa di dalam Kitab
Keluaran. Dokumentasi sejarah dalam artikel ini seluruhnya diambil dari
tulisan-tulisan atau pernyataan-pernyataan orang-orang Yahudi sendiri. Mereka
menetapkan bahwa bukan hanya hari Sabtu yang bukan hari Sabat Alkitabiah tetapimereka tahu itu memang bukan hari Sabat.

Perubahan Kalender

Para sarjana
Yahudi mengetahui bahwa karena
sebuah perubahan kalender secara
khususlah yang telah mengubah hari Sabat.
Rabbi Louis Finkelstein adalah seorang sarjana Yahudi yang terkenal dan
dihormati. The Jewish Communities of the World memilih Finkelstein sebagai
salah satu dari 120 orang Yahudi terbaik mewakili “pelita agama Yahudi” kepada dunia. Di
dalam sebuah surat bertanggal 20 Februari 1939, Finkelstein segera mengakui, “kalender
Yahudi telah diperbaiki pada abad keempat.”6

Heinrich Graetz,
dalam jilid-jilidnya, karya enam jilid yang diterbitkan oleh the Jewish Society
of America, mengakui: “Bahkan perhitungan kalender dan perdagangan dalam
artikel-artikel bertujuan agama
adalah dilarang” pada abad keempat.7

Banyak orang
beranggapan bahwa karena kalender
paus Gregorian
[kalender masehi] saat
ini memiliki siklus
mingguan tidak terputus

yang masing-masing berjumlah tujuh hari, mingguan
yang
digunakan saat ini entah mengapa sesuai dengan pekan tujuh hari Ibrani. Oleh
karena itu, mereka menyimpulkan, hari Sabtu adalah Sabat hari ketujuh Alkitab. Namun, asumsi-asumsi tersebut, tidak memahami
perbedaan dasar antara format kalender matahari dan cara kalender luni solar
Alkitabiah bekerja.

Hari Sabat Kuno Berbeda

Sabat Lunar

Sabat Lunar

Para sarjana
Yahudi mengatahui bahwa hari Sabat sebagaimana yang ditaati oleh umat beriman
sejak zaman abad keempat jelas kembali kepada Penciptaan, bukan merupakan
bagian dari siklus mingguan tidak
terputus. Sebaliknya, penentuan bulan-bulan
mengikuti fase bulan. Siklus mingguan sendiri diulang dengan setiap bulan baru.
Oleh karena itu, Sabat hari ketujuh bukan merupakan bagian dari siklus mingguan
yang tidak terputus sebagaimana
hari Sabtu moderen.

Bulan Baru itu
tetap, dan begitu juga dengan hari Sabat
yang asli
, yang berdasarkan pada siklus bulan
. . . Awalnya, Bulan Baru dirayakan dengan cara yang sama dengan hari Sabat; secara
bertahap itu menjadi kurang penting saat hari Sabat menjadi lebih dan lebih
dari sekedar hari keagamaan dan kemanusiaan, dari perintah dan meditasi
keagamaan, dari kedamaian dan kesenangan jiwa.8

Banyak orang beranggapan bahwa karena orang-orang Yahudi beribadah pada hari Sabtu, siklus mingguan Alkitabiah selalu tidak terputus dan hanya perayaan-perayaan tahunan yang masih terkait dengan bulan. Hal ini bukanlah sebuah asumsi yang dibagikan oleh para sarjana Yahudi.

Kaum Yahudi saat
ini masih menghitung perayaan-perayaan keagamaan tahunan mereka yang lepas dari
metode pengukuran waktu luni solar. Karena alasan inilah Paskah Passover (Pascha) dan Hari Pendamaian (Yom Kippur) bergeser dari tanggal ke
tanggal pada siklus mingguan tidak
terputus dari kalender Gregorian [kalender masehi].
Namun, hari-hari Sabat mingguan
mereka, tidak lagi memiliki hubungan terhadap fase-fase bulan.

Di sinilah
sebagian besar orang yang mencoba membuktikan hari Sabtu adalah hari Sabat
Alkitabiah menjadi
keliru. Mereka beranggapan bahwa karena kaum Yahudi beribadah pada hari Sabtu, maka siklus mingguan
Alkitabiah selalu tidak terputus
dan hanya perayaan-perayaan tahunan yang masih terkait dengan bulan. Ini bukanlah sebuah asumsi yang dibagikan
oleh para sarjana Yahudi. 
Mereka
sangat sadar bahwa hari
Sabat kuno
tidak dapat menjadi bagian dari
sebuah siklus mingguan yang tidak
terputus karena itu berhubungan dengan fase-fase
bulan. Fakta mengejutkan ini diakui melalui
kutipan dari Universal Jewish
Encyclopedia
: “Dengan semakin pentingnya hari Sabat sebagai hari pengudusan
dan penegasannya ditetapkan pada angka tujuh yang penting, mingguan tersebut menjadi lebih
dan lebih terpisah dari kaitannya dengan bulan . . . .”9

Besar
kemungkinan bahwa perubahan tersebut dari hari Sabat yang terkait erat dengan fase-fase
bulan ke siklus hari Sabat Sabtu yang tidak
terputus terjadi pada saat Hillel II “memperbaiki”
kalender tersebut. Dia melakukan lebih dari sekedar mengungkapkan aturan-aturan
penanggalan mereka. Tampaknya dia juga bertanggung jawab memperkenalkan hari Sabat-sabtu sebab ketika dia
memperbaiki kalender tersebut, dia juga harus memperkenalkan “aturan-aturan
penangguhan.” Sampai saat itu, aturan-aturan ini tidak dibutuhkan karena
perayaan-perayaan tahunan dan hari Sabat mingguan, semuanya dirayakan dengan menggunakan
kalender luni solar yang sama. Tetapi ketika perayaan-perayaan tahunan ditetapkan dengan kalender luni
solar, sementara Sabat hari ketujuh ditetapkan
dengan kalender solar yang berbeda, sesekali akan ada benturan-benturan. Sehingga
kebutuhan muncul untuk  “aturan-aturan
penangguhan” yang baru.

Orang-orang Saduki: Para Penguasa Kalender

Kadang-kadang seseorang yang bermaksud
baik akan berpendapat, “Tetapi jika kalender telah salah pada zaman Yahushua, Dia
pasti akan mengoreksinya!”
Ini
benar, hal ini mengungkapkan bahwa kalender yang digunakan
oleh bangsa Israel pada abad pertama adalah
masih tetap kalender
Penciptaan
. Pada waktu itu, Iman Besar
bertanggung jawab atas kalender. Adalah tangung jawabnya menyatakan Bulan-bulan
Baru dan kapan bulan
ketiga belas
perlu ditambahkan. Imam-imam besar
selalu berasal dari golongan
Saduki. Hal ini sangat penting. Meskipun kepercayaan-kepercayaan orang-orang
Saduki bukannya tanpa kesalahan,
mereka, seperti Yahushua, menolak hukum lisan orang-orang Farisi dari
tradisi-tradisi buatan manusia. Mereka berpendapat bahwa Taurat, kitab-kitab
Musa, adalah satu-satunya sumber otoritas ilahi.

Yahushua secara
jelas memberi kesaksian bahwa “tradisi-tradisi
manusia” yang diberlakukan oleh orang-orang Farisi itu adalah sebuah beban yang
berat, yang memisahkan manusia dari Pencipta mereka. Dia berulang kali dan
dengan tegas mengecam banyaknya aturan dan tradisi yang diberlakukan oleh
orang-orang Farisi. Peraturan-peraturan buatan manusia ini merupakan sebuah
beban dan penghalang untuk kebenaran. Sesaat sebelum kematian-Nya, Yahushua melakukan
satu upaya terakhir untuk menjangkau hati orang-orang munafik ini.  Khotbah-Nya, dicatat di dalam kitab Matius pasal 23,
adalah sebuah upaya meremukkan-hati untuk
mengembalikan hati yang membatu kepada kebenaran.

Hasil
dari
peninggian aturan-aturan
tradisi manusia untuk menjadi setara dengan hukum ilahi telah menggerogoti kerohanian.
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk
menobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat,
kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu
sendiri.” (Matius 23:15).

Pada akhirnya, orang-orang
Farisi yang menang. Golongan
kaum Saduki, yang bertanggung jawab atas kalender Alkitabiah, telah menghilang setelah
kehancuran Yerusalem.

Dengan hancurnya Bait Suci (70 Masehi) orang-orang
Saduki telah menjadi lenyap sama
sekali, meninggalkan peraturan dari semua urusan-urusan Yahudi di tangan
orang-orang Farisi. Selanjutnya, kehidupan bangsa Yahudi diatur oleh
orang-orang Farisi; seluruh sejarah Yahudi dibangun kembali dari sudut pandang
orang Farisi, dan suatu hal yang baru diberikan kepada Sanhedrin yang terdahulu.Sebuah rantai tradisi yang baru
menggantikan tradisi imam yang lama (Abot 1:1). Sifat Farisi membentuk karakter
Yahudi dan kehidupannya dan pemikiran orang
-orang
Yahudi
di
masa
kemudian.10

Talmud Book SetOrang-orang
Farisi sendiri tetap memaksakan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan mereka
pada semua orang. Tradisi-tradisi lisan orang-orang Farisi, yang dicatat di dalam kitab
Talmud, telah menjadi aturan agama
Yahudi Kerabian. Kalender yang digunakan oleh
orang-orang Yahudi saat ini tidak lebih dari sebuah penyimpangan dari kalender
yang asli. Kalender tersebut telah dirusak oleh tradisi-tradisi buatan manusia
dari orang-orang Farisi yang dicatat
di dalam kitab Talmud!  Rabbi Louis
Finkelstein, yang dikutip
sebelumnya, menyatakan:

Paham Farisi menjadi Paham Talmud
… [Namun] semangat orang Farisi kuno bertahan tak berubah.

Ketika orang Yahudi … mempelajari kitab Talmud, ia sebenarnya mengulangi
argumen-argumen yang digunakan di dalam akademi-akademi Palestina. . . .  Semangat
pengajaran [orang-orang Farisi] masih tetap
ada
dan
dianggap
penting
. . . . dari Palestina ke Babel; dari Babel ke Afrika Utara, Italia, Spanyol, Perancis dan
Jerman; dari tempat-tempat ini
semua ke Polandia, Rusia, dan Eropa Timur pada umumnya, paham Farisi kuno telah berkembang.11

Tradisi Talmud
mengajarkan bahwa apabila seseorang kehilangan jejak kapan hari Sabat terjadi, semua
orang harus melakukan ibadah pada setiap hari ketujuh. Ini adalah alasan yang
digunakan untuk membenarkan pemeliharaan hari Sabtu sebagai Sabat hari ketujuh.

Tradisi Talmud mengajarkan bahwa apabila seseorang kehilangan jejak kapan hari Sabat terjadi, semua orang harus melakukan ibadah pada setiap hari ketujuh. Ini adalah alasan yang digunakan untuk membenarkan pemeliharaan hari Sabtu sebagai Sabat hari ketujuh.

Kitab Talmud, kewenangannya bersumber dari posisi
yang dipegang oleh akademi-akademi kuno (yaitu orang Farisi)
.
Para guru dari akademi mereka, baik dari
Babel maupun Palestina,
dianggap sebagai penerus yang sah dari Sanhedrin yang lama. . . . Pada saat ini,
orang-orang Yahudi tidak memiliki otoritas pusat yang hidup yang sebanding
dalam statusnya terhadap para
Sanhedrin kuno atau para akademi nanti.
Oleh karena itu, setiap keputusan yang sehubungan dengan agama Yahudi harus
didasarkan pada kitab Talmud sebagai riwayat akhir dari pengajaran
otoritas-otoritas [orang Farisi] itu ketika mereka ada
.”12

Catatan Finkelstein
sendiri telah menyatakan bahwa kitab
Talmud itu berasal dari
tradisi-tradisi orang-orang Farisi. Ini adalah “tradisi-tradisi manusia” yang
sama, yang dengan sangat meyakinkan
dikejam oleh Sang Juruselamat selama pelanyanan-Nya.
Hal ini sangat penting,
karena tradisi-tradisi orang
Farisi inilah yang memungkinkan
orang-orang Yahudi mengesampingkan hari Sabat yang asli. Bab 7 dari Tractate
Shabbat (Kitab Sabat) menyatakan: “Seseorang yang telah melakukan perjalanan di
padang gurun dan tidak tahu kapan hari Sabat, harus menghitung enam hari dari
hari (di mana
ia menyadari) yang ia telah lewatkan, dan memelihara
Sabat pada hari ketujuh.”13

Kalender Sang Pencipta

Kalender Sang Pencipta

Argumen bahwa orang-orang
percaya harus beribadah pada hari Sabtu karena orang-orang Yahudi pada hari itu adalah
didasarkan pada asumsi yang salah bahwa orang-orang Yahudi tidak akan pernah
beribadah pada hari apapun selain hari Sabat yang sebenarnya.
Pernyataan-pernyataan dari orang-orang Yahudi sendiri membuktikan asumsi ini
adalah salah. Mereka tentu saja telah mengubah hari Sabat ketika mereka
mengubah kalender di mana
hari Sabat itu ditentukan.

Hari Sabat
bukanlah sebuah ketetapan
buatan manusia. Hari Sabat itu
secara ilahi ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Dengan demikian, tidak ada otoritas duniawi, baik itu paus atau orang Yahudi, yang
berhak menetapkan hari ibadah yang berbeda
atau dengan metode perhitungan yang
berbeda saat hal itu terjadi. Hari Sabat adalah merupakan tanda peringatan yang kekal antara Sang
Pencipta dan mahkluk ciptaan-Nya yang setia. “Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku
harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu,
turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah Yahuwah yang menguduskan
kamu. Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu.” (Keluaran
31:13-14).

Semua yang ingin
menghormati Pencipta mereka dengan menaati Dia dan beribadah pada hari
Sabat-Nya, tidak akan berpedoman
pada tradisi-tradisi Yahudi dan juga
tidak pada kalender umat
Katolik. Sebaliknya mereka akan menyembah Dia pada hari Sabat yang kudus
sebagaimana yang ditentukan
dengan kalender luni solar asli yang ditetapkan pada masa Penciptaan.


Heinrich Graetz, History of the Jews, Vol.
2, hal. 563, penekanan ditambahkan.

2 Graetz, Vol. 2, hal. 563-564.

3 Dikutip dari The Jewish Encyclopedia,
“Calendar.”

4 Graetz, Vol. 2, hal. 572-573, penekanan
ditambahkan.

5 “The Jewish Calendar and Holidays (incl.
Sabbath): The Jewish Calendar: Changing the Calendar,” www.torah.org, penekanan diberikan.

6 Box 6, Folder 4; Grace Amadon Collection,
(Collection 154), Center for Adventist Research, Andrews University, Berrien
Springs, Michigan.

7 Graetz, Vol. 2, hal. 571.

Universal
Jewish Encyclopedia
,
“Holidays,” hal. 410.

9 Universal Jewish Encyclopedia, Vol. X,
“Week,” hal. 482.

10 “Pharisees,”The Jewish Encyclopedia,
Vol. IX, (1901-1906 ed.), hal. 666.

11 Louis Finkelstein, The Pharisees: The
Sociological Background of their Faith,
 (Philadelphia: The Jewish
Publication Society of America, 1946), Vol. 1, Forward to first edition, hal.
XXI, penekanan diberikan.

12 Louis Finkelstein, The Jews – Their
History, Culture, and Religion
, (Philadelphia: The Jewish Publication Society
of America, 1949), Vol. 4, hal. 1332.

13 http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Talmud/shabbat7.html

This site is registered on wpml.org as a development site. Switch to a production site key to remove this banner.