Umat Kristen yang beribadah pada hari Minggu
melandaskan pelaksanaan ini pada keyakinan bahwa Kristus
bangkit dari kubur pada hari Minggu. Orang-orang Yahudi dan umat Kristen yang beribadah
pada hari Sabtu melakukannya karena itu adalah hari ketujuh dalam sebuah minggu.
Kedua belah pihak mendasarkan keyakinan mereka, dan kemudian praktek mereka,
pada sebuah dugaan. Dugaannya adalah
bahwa karena perkembangan hari tidak berubah pada saat kalender Julian
dialihkan ke kalender Gregorian, maka mingguan moderen tetap sama dengan mingguan
Alkitab. Oleh karena itu, “kesimpulan logisnya” adalah hari Sabtu
memang benar adalah hari Sabat yang Alkitabiah dan hari Minggu adalah hari di
mana Kristus bangkit dari kubur. Namun, fakta-fakta dari kalender Julian itu
sendiri, membuktikan bahwa dugaan ini salah.
Sebuah pepatah terkenal mengatakan bahwa mereka yang
melupakan sejarah telah ditakdirkan untuk mengulangi kesalahan sejarah itu.
Demikian juga, orang-orang yang belum pernah belajar fakta-fakta sejarah
kalender telah membangun struktur keyakinan seluruhnya di atas sebuah pondasi
yang salah: dugaan bahwa siklus mingguan telah berlangsung terus menerus dan tidak
perna diinterupsi sejak dari masa Penciptaan. Adalah sangat penting bagi semua
orang, apapun agama mereka, untuk mempelajari sejarah kalender Julian.
Perakitan potongan teka-teki yang hilang dari fakta sejarah mengungkapkan kapan
sebuah siklus mingguan tidak
terputus
tujuh hari menjadi standar pengukuran waktu – dan itu tidak sama dengan
mingguan pada masa Penciptaan.
Kalender Julian Ditetapkan
Kalender Republik Romawi sebelumnya didasarkan pada
fase lunar. Imam Romawi kafir, yang disebut Paus, yang bertanggung jawab untuk
mengatur kalender. Karena Paus juga bisa memegang jabatan politik, jabatan itu
memberikan peluang untuk disalahgunakan. Meng-interklasi1 sebuah bulan
tambahan dapat membuat seorang politisi yang disenangi menjabat lebih lama, dan
bila diperlukan interklasi dapat tidak dilakukan untuk mempersingkat jabatan lawan
politik.
Pada masa Julius Caesar, bulan telah benar-benar jauh
dari keselarasannya dengan musim. Julius Caesar menggunakan haknya2 sebagai
pontifex maximus3 (imam besar) dan mereformasi apa yang kemudian
menjadi sebuah kalendar yang rumit dan tidak akurat4.
Pada pertengahan abad ke-1 SM Julius Caesar
mengundang Sosigenes, seorang astronom Aleksandria, sebagai penasihatnya untuk
mereformasi kalender, dan Sosigenes memutuskan bahwa satu-satunya langkah
praktis adalah dengan meninggalkan kalender lunar sama sekali. Bulan harus
diatur berdasarkan musim, dan sebuah tahun tropis (matahari) digunakan, seperti
pada kalender Mesir. . . . 5
Perhatikan bahwa inovasi besar Sosigenes ini telah
meninggalkan penanggalan lunar.
Kesulitan besar yang dihadapi setiap pengubah
[kalender] adalah bahwa tampaknya tidak ada cara untuk membuat perubahan
kalender yang masih akan memungkinkan bulanan bulan tetap sejalan dengan fase
Bulan [dilangit] dan tahun tetap sejalan dengan musim. Sehingga dipandang perlu
untuk membatalkan dasar perhitungan tradisional untuk menyusun kalender musiman
yang efisein6.
Untuk membuat kalender baru itu kembali selaras
dengan musim diperlukan penambahan 90 hari untuk tahun itu, hal ini telah
dilakukan pada tahun 45 SM, membuat sebuah tahun menjadi terdiri dari 445 hari.
Tahun dengan 445 hari ini secara kronologi disebut sebagai Tahun Kebingungan,
tetapi oleh Macrobius, lebih tepat disebut, akhir dari tahun kebingungan7.
Potongan pertama dari teka-teki untuk menyusun kembali kebenaran kalender
adalah bahwa mingguan Julian pada tahun 45 SM, tidak sama dengan mingguan
Julian ketika Paus Gregory XIII memodifikasi kalender itu, dan dengan demikian menjadi
tidak sama dengan mingguan Gregorian pada hari ini. Ini adalah dugaan pertama
yang dipegang oleh baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen, mengenai
hari di mana mereka beribadah8.
Kalender Julian, sama seperti kalender sebelumnya
dari Republik itu, awalnya memiliki siklus delapan hari.
Mingguan delapan hari orang-orang Roma dikenal
sebagai internundinum tempus atau “periode antara hari-kesembilan yang
terkait”. (Istilah ini harus dipahami dalam konteks praktek matematika
Romawi kuno yang menghitung secara inklusif, dimana hari pertama dari siklus
itu, juga akan dihitung sebagai hari terakhir dari siklus sebelumnya9).
Putaran “Hari-kesembilan yang terkait” setiap minggu ini adalah
nundinæ, hari pasar periodik yang digelar secara rutin setiap delapan hari10.
Kalender tidak disusun pada jalur seperti pada
kalender moderen, tetapi tanggal dicantumkan dalam kolom-kolom dengan hari-hari
pada sebuah minggu dirancang dengan menggunakan huruf A sampai H11.
Sebagai contoh, bulan Januari dimulai dengan hari “A” dan akan
berlanjut sampai hari kedelapan pada minggu itu, dan bulan berakhir di hari
“E”. Berbeda dengan kalender Ibrani, kalender Romawi memiliki siklus
mingguan yang tidak terputus. Karena bulan Januari berakhir pada hari
“E”, maka bulan Februari dimulai pada hari “F”. Demikian
juga, bulan Februari akan berakhir pada hari “A” maka bulan Maret
akan dimulai pada hari “B”:
A k12 Jan F k Feb B k Mar B G C C H D D A E E, dst. B, dst. F, dst.
Berikut ini adalah rekonstruksi13 dari
Fasti Antiates, satu-satunya pra-kalender Julian yang dikenal yang masih tetap
ada14 yang memiliki tanggal dari tahun 60-an SM ditemukan di lokasi
villa Nero di Antium.
Kalender ini dilukis di atas plaster dengan huruf A diberi
warna merah untuk menunjukkan awal pekan. Bulan-bulan tersebut diatur dalam 13
kolom. Bulan Januari, di sebelah kiri, dimulai pada hari “A” dan
berakhir pada hari “E”. Di bagian bawah setiap kolom ada angka Romawi
besar yang memberikan jumlah hari pada bulan tersebut. Kolom di ujung kanan
adalah bulan ke-13, bulan kabisat. Huruf tambahan muncul di samping huruf hari.
Ini menunjukkan jenis bisnis apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan pada hari
itu.
Semua contoh dari fasti Julian, atau kalender, yang
diberi tanggal dari zaman Agustus15 (tahun 63 SM – 14 M) sampai
zaman Tiberius (42 SM – 37 M). Jika dugaan ini benar bahwa hari Sabtu adalah
hari Sabat yang Alkitabiah karena siklus mingguan tidak terganggu pada waktu perubahan
kalender Julian ke kalender Gregorian, maka hal ini seharusnya dengan mudah
dapat dibuktikan dari kalender Julian mula-mula yang masih ada. Sebuah contoh
dari sebuah kalender Julian ini yang diabadikan pada fragmen batu tersebut dan
menyediakan potongan teka-teki kedua yang pasti dalam membangun kebenaran
sejarah kalender. Sebuah minggu yang terdiri dari delapan hari ini dengan jelas
terlihat pada fragmen-fragmen batu itu yang membenarkan bahwa mingguan yang
memiliki delapan hari itu masih digunakan oleh orang-orang Romawi selama dan
segera setelah kehidupan Kristus.
Fasti Antiates – hasil
rekonstruksi dari satu-satunya pra-kalender Julian yang dikenal yang masih ada.
Penting untuk diingat bahwa mingguan Alkitab sebagai
sebuah unit waktu yang ditetapkan di dalam kitab Kejadian pasal 1, hanya terdiri
dari tujuh hari: enam hari kerja diikuti dengan satu hari istirahat yaitu Sabat
pada hari terakhir dari sebuah minggu. Siklus delapan hari kalender Julian
telah digunakan pada zaman Kristus. Namun, Israel tidak akan menguduskan Sabat
hari ketujuh pada siklus mingguan delapan hari kalender Julian. Ini akan
menjadi berhala bagi mereka. Bahkan ketika mingguan Julian diperpendek menjadi
tujuh hari, itu masih tidak sesuai dengan siklus mingguan dari mingguan Alkitab
dan juga tidak menyerupai mingguan moderen yang digunakan pada saat ini.
Mingguan Planetari Tujuh Hari
Penghentian penggunaan mingguan delapan hari Romawi
disebabkan oleh dua faktor: A) perluasan kerajaan Romawi16 yang membuat
orang-orang Roma mengenal agama-agama lain dan memimpin pada gilirannya, ke B)
munculnya aliran Mithras17. Peran agama Mithrais dimainkan dalam penyusunan
ulang mingguan Julian sangat signifikan karena agama ini adalah pesaing kuat
dari Kekristenan mula-mula18.
Tampaknya bila beberapa orang rohani yang jenius
memiliki kontrol atas dunia kafir telah memerintahkan hal-hal itu agar mingguan
planetari kafir harus diperkenalkan hanya pada waktu yang tepat untuk sekte
penyembah matahari yang paling populer sepanjang masa untuk datang dan
meninggikan hari Matahari sebagai sebuah hari yang berada di atas dan lebih
suci dari hari yang lain. Tentunya ini bukan kecelakaan19.
Akibat dua faktor ini, mingguan Julian memulai
proses evolusi selama berabad-abad yang berakhir pada model mingguan seperti
yang dikenal saat ini. Mingguan tujuh hari planetari yang asli adalah bagian
ketiga dan terakhir dari potongan teka-teki yang membuktikan bahwa hari Sabtu
bukanlah Sabat yang Alkitabiah, dan hari Minggu juga adalah bukan hari pertama dari
mingguan Alkitab. Transformasi ini memakan waktu beberapa ratus tahun. Franz
Cumont, yang secara luas dianggap sebagai orang yang berpengaruh besar pada agama
Mithrais, menghubungkan penerimaan mingguan tujuh hari oleh masyarakat Eropa dan
mempopularitaskan agama Mithrais di Roma yang kafir:
“Tidak diragukan lagi bahwa kisah penyebaran orang
Iran [Persia] memiliki hubungan dengan penerimaan kekafiran secara umum,
terhadap mingguan yang hari Minggunya dijadikan sebagai hari yang suci.
Nama-nama yang kita gunakan terhadap enam hari yang lain, tanpa mewaspadainya,
berasal dari apa yang digunakan oleh orang Mithrais pada waktu yang sama ketika
mereka mendapatkan banyak pengikut di provinsi Barat, dan tidak gegabah dalam
membangun sebuah hubungan yang kebetulan antara kemenangan dan fenomena bersamaan20.
Dalam ilmu perbintangan dan ilmu agama di antara
orang-orang Yunani dan Romawi, Cumont lebih menekankan asal-usul kekafiran dan
mingguan tujuh hari yang baru saja diadopsi yang hari kudusnya adalah hari
Minggu:
“Pengutamaan yang diberikan lebih dahulu kepada
dies Solis [hari dewa Matahari] juga pasti memberikan kontribusi terhadap
pengakuan umum hari Minggu sebagai hari libur. Ini terkait dengan fakta yang
lebih penting, yaitu, pengadopsian hari minggu oleh semua negara-negara Eropa21.
Pengaruhnya yang besar ini bagi orang-orang Kristen
ditemukan dalam kenyataan bahwa hari Minggu tidak bisa menjadi hari di mana
Kristus bangkit dari antara orang mati, karena hari Minggu tidak ada dalam
kalender Julian pada zaman Kristus. Hari Sabtu juga tidak bisa menjadi Sabat
hari ketujuh yang Alkitabiah karena mingguan planetari kafir awalnya dimulai
pada hari Sabtu.
Di bawah ini adalah sebuah gambar kalender dinding
yang ditemukan di Permandian Titus (dibangun pada tahun 79-81 M), memberikan
bukti lebih jauh bahwa Sabat Alkitab tidak pernah dapat ditemukan dengan
menggunakan kalender Julian. Pusat lingkaran berisi 12 tanda-tanda rasi
bintang, sesuai dengan 12 bulan dalam setahun. Angka Romawi di sebelah kiri dan
kanan menunjukkan hari-hari pada bulan itu. Di bagian atas kalender dinding ini
muncul tujuh dewa planet kafir orang Roma.
![]() |
Kalender tempel Romawi |
Hari Sabtu (atau dies Saturni – hari dewa Saturnus)
adalah hari pertama dalam minggu itu, bukan hari ketujuh. Sebagai dewa
pertanian, dia dapat dilihat dalam posisi pentingnya sebagai yang terkemuka
dari semua dewa lain, dengan memegang lambang sabitnya. Selanjutnya, pada hari
kedua mingguan planetari kafir itu, terlihat dewa matahari dengan sinar cahaya
yang memancar dari kepalanya. Hari Minggu awalnya adalah hari kedua dari sebuah
mingguan planetari dan dikenal dengan nama dies Solis. Hari ketiga setiap minggu
adalah dies Lunae (hari Bulan – hari Senin). Dewi bulan ditampilkan mengenakan
bulan sabit bertanduk sebagai mahkota di kepalanya. Sisa dari dewa-dewa itu
secara berurutan: dies Martis (hari Mars); dies Mercurii (hari Mercury); dies
Jovis (hari Jupiter); dan dies Veneris (hari Venus), yang merupakan hari
ketujuh setiap minggu22.
Ketika penggunaan kalender Julian yang baru saja
diadopsi mingguan planetari kafir ini menyebar ke Eropa Utara, nama-nama hari
dari hari-hari dies Martis sampai dies Veneris digantikan oleh dewa-dewa Teuton23.
Hari Mars menjadi Hari Tiw (hari Selasa); Hari Merkurius menjadi Hari Woden (Hari
Rabu); Hari Jupiter menjadi Hari Thor (hari Kamis); dan Hari Venus menjadi hari
Friga (hari Jumat)24. Pengaruh dari nama-nama hari astrologi kafir
masih terlihat sampai hari ini. Bahasa-bahasa yang akarnya berasal dari bahasa
Latin, seperti bahasa Spanyol, mempertahankan nama astrologi untuk hari Senin
sampai hari Jumat, dengan pengaruh Kekristenan terlihat dalam kata-kata mereka
untuk hari Minggu (Domingo, atau hari Tuhan) dan Sabtu (Sabado, atau Sabat.)
Menurut Rabanus Maurus (tahun 776 – 856 M), Uskup
Agung Mainz, Jerman, Paus Sylvester I berusaha untuk mengubah nama-nama hari
dalam mingguan planetari agar sesuai dengan nama-nama hari dalam mingguan
Alkitab: Hari Pertama (feria pertama), Hari Kedua (feria kedua), dst25.
Yang “Mulia”, Bede, (tahun 672 – 735 M), sarjana dan biarawan Inggris
yang terkenal, juga melaporkan upaya Sylvester untuk mengubah nama-nama kafir
dari hari-hari dalam sebuah minggu. Di dalam De Temporibus, dia menyatakan:
“Tetapi Sylvester yang suci memerintahkan hari-hari itu disebut Feria,
menyebut hari pertama ‘[hari] Tuhan’; meniru orang Ibrani, yang menamakan [hari-hari
itu] hari pertama, hari kedua, dan begitu seterusnya”26. Namun,
nama-nama astrologi tersebut sudah terlalu tertanam. Walaupun terminologi resmi
Gereja Katolik Roma tetap adalah Hari Tuhan, Hari Kedua, Hari Ketiga, dst, namun
sebagian besar negara-negara sudah terkait secara keseluruhan atau sebagian pada
nama-nama planetari untuk hari-hari itu.
Pengaruh astrologi sudah nyata dan bahkan lebih diperjelas
di sekitar wilayah pinggiran Kekaisaran Romawi, tempat di
mana Kekristenan kemudian muncul. Inggris, Belanda, Breton, Welsh, dan Cornish,
yang merupakan satu-satunya bahasa di Eropa yang telah mengabadikan sampai
zaman sekarang nama-nama planetari asli dari ketujuh hari dalam sebuah minggu,
semuanya sudah digunakan di daerah-daerah yang bebas dari pengaruh Kristen
selama abad pertama Masehi, ketika mingguan astrologi menyebar di seluruh wilayah
kerajaan27.
“Gaya penamaan hari gerejawi pada sebuah minggu
tidak dipakai oleh negara manapun kecuali Portugis yang sendirian menggunakan
istilah Segunda Feria, dst”28.
Fakta bahwa baik kalender Julian maupun mingguan
planetari kafir telah diterima untuk digunakan oleh orang-orang Kristen,
mengungkapkan sebuah penggabungan dari agama Kristen dengan agama berhala yang
rasul Paulus peringatkan ketika dia menulis:
Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai
bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan29. Kalau yang
menahannya itu telah disingkirkan, pada waktu itulah si pendurhaka baru akan
menyatakan dirinya, tetapi Yahushua akan membunuhnya dengan nafas mulut-Nya dan
akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali. Kedatangan si pendurhaka itu
adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib,
tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya jahat
terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan
mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. Dan itulah sebabnya Yahuwah
mendatangkan kesesatan30 atas mereka, yang menyebabkan mereka
percaya akan dusta31.
Mingguan planetari kafir, seperti kalender Julian
yang mengadopsinya, bersumber dari kekafiran. Fakta sejarah menunjukkan bahwa
baik Sabat Alkitab maupun Hari Pertama Alkitab tidak dapat ditemukan dengan
menggunakan kalender moderen. Jika penting untuk beribadah pada hari khusus, maka
adalah juga penting untuk mengetahui mana kalender yang harus digunakan dan
kapan perubahan penanggalan itu terjadi. Harus selalu diingat bahwa waktu
seseorang beribadah mengungkapkan siapa yang kita sembah: Eloah Sang Pencipta,
atau dewa dunia ini yang merupakan pemimpin pemberontakan melawan Sang
Pencipta. Setiap Pribadi yang berkuasa/dewa memiliki kalender masing-masing yang
digunakan untuk beribadah kepada Pribadi yang berkuasa/dewa itu. Hari Sabtu dan
hari Minggu (serta hari Jumat) adalah hari kafir.
Kalender mana yang akan anda gunakan untuk menetapkan
hari ibadah anda?
Artikel
Terkait:
Lihat juga: Sejarah Kalender Julian (Video)
1 Interklasi: memasukkan sebuah hari atau bulan tambahan
untuk menyelaraskan tahun lunar yang pendek dengan tahun matahari yang lebih panjang.
Karena interkalasi dianggap “tidak beruntung”, selama Perang Punic Kedua
(tahun 218 – 201 SM) para imam ragu-ragu untuk melakukan perubahan, sehingga membuat
kalender sedikit meleset dari musim.
2 Julius Caesar telah terpilih sebagai pontifex
maximus pada tahun 63 SM (James Evans, “Calendars and Time
Reckoning”, The History and Practice of Ancient Astronomy, Oxford
University Press, 1998, hal. 165.)
3 “Pontifex Maximus” sekarang adalah sebuah
gelar yang diberikan secara khusus kepada Paus. Sebuah gelar yang sangat tepat karena
kalender Gregorian sekarang digunakan adalah baik oleh orang-orang kafir maupun
oleh paus, yang didasarkan pada kalender Julian kafir dan dimodifikasi serta
dinamai dengan paus.
4 Dalam rangka mengumukan sebuah interkalasi, maximus
pontifex harus berada di Roma pada bulan Februari. Karena Julius Caesar
terlibat dalam berbagai perang, hanya ada satu interkalasi dinyatakan sejak dia
menjabat. Dalam sebuah surat kepada Atticus, tanggal 13 Februari tahun 50 SM,
Cicero mengeluh karena dia masih belum tahu apakah akan ada sebuah interkalasi
pada akhir bulan ini atau tidak.
5 “The Julian Calendar,” Encyclopædia
Britannica.
6 S.d.a., Penekanan diberikan.
7 A Dictionary of Greek and Roman Antiquities,
William Smith LL.D., William Wayte, M.A., George E. Marindin, M.A., eds.,
London, William Clowes and Sons, Ltd., 1890, Vol. I, hal. 344. didigitalkan
oleh Google.
8 Dugaan ini tidak disebarkan oleh para sarjana. Orang-orang
Yahudi mengakui bahwa kalender rabbi yang sekarang digunakan bukanlah kalender
Musa, dan para sarjana Kristen mengakui bahwa kalender Alkitabiah bekerja
dengan cara yang berbeda. Beberapa orang juga mengakui bahwa jika Sabat hari
ketujuh dihitung pada kalender Alkitabiah maka itu tidak akan bertepatan dengan
hari Sabtu.
9 J. P. V. D. Balsdon, Life and Leisure in Ancient
Rome, (New York: McGraw-Hill, 1969) hal. 59; P. Huvelin, Essai Historique sur
le Droit des Marcheés et des Foires (Paris: Aruthur Rousseau, 1897), hal. 87;
Ovid, Fasti (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1951), hal. 6; Alan E.
Samuel, Greek and Roman Chronology (Munich: C. H. Beck’sche Verlagbuchhandlung,
1972), hal. 154.
10 Eviatar Zerubavel, The Seven Day Circle: The
History and Meaning of the Week, (University of Chicago Press, 1985), hal. 45.
11 Zerubavel, op.cit.,158; Balsdon, op.cit., hal. 60;
Francis H. Colson, The Week, (Cambridge, England: Cambridge University Press,
1926), hal. 4; W. Warde Fowler, The Roman Festivals of the Period of the
Republic (Port Washington, New York: Kennikat Press, 1969), hal. 8; P. Huvelin,
op.cit., hal. 88; Alan E. Samuel, op.cit., hal. 153-154; Ovid, op.cit.; Hutton
Webster, Rest Days, (New York: MacMillan) hal. 123; W. E. van Wijk, Le Nombre
d’Or (The Hague: Martinus Nijhoff, 1935), hal. 24-25.
12 Kalendæ: hari pertama pada setiap bulan.
13 Palazzo Massimo Alle Terme, ed. Adriano La Regina,
1998.
14 Untuk informasi tambahan, lihat The Calendar of the
Roman Republic by A. K. Michels (Princeton, 1957).
15 Kaisar Agustus, Kaisar Romawi pertama, namanya disebut
di dalam Alkitab. Pungutan pajaknya yang membuat Yusuf dan Maria pergi ke
Betlehem tepat pada waktu kelahiran Kristus. (Lihat Lukas 2: 1). Karena metode
Romawi menghitung secara inklusif, tahun kabisat yang awalnya diselingi setiap
tiga tahun. Untuk menyesuaikan waktu tambahan, Kaisar Agustus memutuskan bahwa
tidak akan ada tahun yang akan mendapat interklasi selama periode tahun 8 SM sampai
dengan tahun 8 M. Bulan kedelapan berganti nama menjadi Agustus untuk menghormatinya.
16 Zerubavel, op.cit., Hlm. 46; Huvelin, op.cit., Hlm.
97-98.
17 R. L. Odom, Sunday in Roman Paganism, (TEACH
Services, Inc., 2003; original copyright: Review and Herald Publishing
Association, 1944), hal. 157.
18 Banyak elemen yang paling penting dari Kekristenan
memiliki kesamaan dengan agama Mithrais. Kekristenan telah biasa disebut versi ciplakan
dari agama Mithrais. Mereka berusaha untuk mendiskreditkan Kekristenan dengan
sering menunjukkan kesamaan antara kedua agama ini.
19 Odom, op.cit.
20 Franz Cumont, Textes et Monumnets Figures Relatifs
aux Mysteres de Mithra, Vol. I, hal. 112, seperti yang dikutip dalam sumber
yang sama, hal. 156.
21 Halaman 163
22 “Astrologi, ilmu perbintangan yang telah
dijadikan kafir, menandai waktu selama 24 jam sehari untuk satu dewa planet menurut
urutan posisi mereka yang seharusnya di atas bumi… Oleh karena itu, jika
Saturnus harus memiliki ketuhanan pada jam pertama di hari itu, akan disebut
hari Saturnus… Karena jam terakhir dari hari Saturnus ditandai untuk Mars,
jam pertama pada hari berikutnya akan menjadi milik Matahari, yang menjadi dewa
planet berikutnya dalam urutan itu. Hal ini membuat Matahari menjadi penguasa
hari itu, sehingga disebut ‘hari Matahari (hari Minggu)” R. L. Odom, How
Did Sunday Get Its Name? (Nashville, Tennessee: Southern Publishing Assoc.,
1972), hal. 10 & 11. S.d.a., Hlm. 5.
23 S.d.a., Hlm. 5.
24 J. Bosworth and T. N. Toller, “Frig-dæg”,
An Anglo-Saxon Dictionary, 1898, hal. 337, disediakan oleh the Germanic Lexicon
Project; Odom, How Did Sunday Get Its Name? op.cit. Lihat juga
“Friday” in Webster’s New Universal Unabridged Dictionary, edition
ke-2, 1983.
25 Lihat Rabanus Maurus, De Clericorum Institratione,
Book 2, ch. 46, in J. P. Migne, Patrologia Latina.
26 Lihat Bede, Patrologia Latina, Vol. 90, op. cit.
27 Zerubavel, op.cit., hal. 24.
28 “Feria”, Catholic Encyclopedia, Lihat
Vol. 6 hal. 43, atau www.newadvent.org.
29 “letteth”: # 2722 – menekan, memiliki
atau menguasai; “Kata ini berarti ‘memegang teguh’… Orang yang tidak
benar yang menahan penyebaran kebenaran dengan kelaliman mereka” (The New
Strong’s Expanded Dictionary, Thomas Nelson Publ. 2001). Ini adalah kata yang
tepat untuk menyampaikan apa yang telah terjadi karena menggabungkan agama
berhala dengan agama Kristen.
30 (# 2929): membagi atau memisahkan; membuat
perbedaan antara atau menjatuhkan hukuman atas. “Menjatuhkan hukuman”
(s.d.a).
31 II Tes. 2: 7-11