World's Last Chance

Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

While WLC continues to uphold the observance of the Seventh-Day Sabbath, which is at the heart of Yahuwah's moral law, the 10 Commandments, we no longer believe that the annual feast days are binding upon believers today. Still, though, we humbly encourage all to set time aside to commemorate the yearly feasts with solemnity and joy, and to learn from Yahuwah's instructions concerning their observance under the Old Covenant. Doing so will surely be a blessing to you and your home, as you study the wonderful types and shadows that point to the exaltation of Messiah Yahushua as the King of Kings, the Lord of Lords, the conquering lion of the tribe of Judah, and the Lamb of Yahuwah that takes away the sins of the world.
WLC Free Store: Closed!
Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

Siklus Mingguan Tidak Terputus Terbukti Salah

Pemelihara Sabat moderen bersikeras bahwa hari
Sabtu adalah hari Sabat yang Alkitabiah karena mereka percaya bahwa mingguan
tujuh hari telah bersiklus terus menerus dan tanpa terputus sejak dari masa
Penciptaan. Salah satu alasan yang mendasari keyakinan ini adalah kenyataan
bahwa ketika kalender Julian berubah menjadi kalender Gregorian pada tahun
1582, tidak ada hari dalam satu minggu itu yang hilang. Hari Kamis, 4 Oktober
1582, pada kalender Julian langsung diikuti oleh hari Jumat, 15 Oktober, pada
kalender Gregorian baru. Oleh karena itu, diasumsikan, bahwa karena tidak ada
hari yang “hilang” ketika kalender dialihkan dari Julian ke
Gregorian, maka mingguan moderen identik dengan mingguan Alkitab.

Asumsi ini terbukti salah berdasarkan
fakta-fakta sejarah dari kalender Julian itu sendiri. Kalender Republik Romawi,
seperti semua kalender kuno yang lain, pada awalnya didasarkan pada siklus
bulan. Imam Penyembah berhala Romawi, yang disebut Paus, mengendalikan kalender
dengan mengumumkan awal dari setiap bulan.

bust of julius caesar
Julius Cæsar

Paus ini, yang juga bisa memegang jabatan
politik, tanpa malu-malu memanipulasi kalender untuk alasan politik, bulan
translasi ditambahkan untuk menjaga politisi favorit berkantor lebih lama atau,
sebaliknya, mengabaikan bulan translasi yang seharusnya ditambahkan demi
mempersingkat masa jabatan lawan politik. Pada masa Julius Caesar,
tanggal-tanggal kalender benar-benar keluar dari keselarasannya dengan
musim-musim. Julius Caesar menggunakan haknya1 sebagai pontifex maximus2 (imam besar) dan mereformasi kalender menjadi
sebuah perhitungan waktu yang rumit dan tidak akurat.

Pada pertengahan abad ke-1 SM Julius Caesar
mengundang Sosigenes, seorang astronom Aleksandria, sebagai penasihatnya untuk
mereformasi kalender, dan Sosigenes memutuskan bahwa satu-satunya langkah
praktis adalah dengan meninggalkan kalender lunar sama sekali. Bulan harus
diatur berdasarkan musim, dan sebuah tahun tropis (matahari) digunakan, seperti
pada kalender Mesir. . . .3

Perhatikan bahwa inovasi besar Sosigenes ini
telah meninggalkan penanggalan lunar.

Kesulitan besar yang dihadapi setiap pengubah
[kalender] adalah bahwa tampaknya tidak ada cara untuk membuat perubahan
kalender yang masih akan memungkinkan bulanan bulan tetap sejalan dengan fase
Bulan [dilangit] dan tahun tetap sejalan dengan musim. Sehingga dipandang perlu
untuk membatalkan dasar perhitungan tradisional untuk menyusun kalender musiman
yang efisein.4

Untuk membuat kalender baru itu kembali selaras
dengan musim diperlukan penambahan 90 hari untuk tahun itu, yang selamanya
dikenal sebagai Tahun Kebingungan. Namun, kalender Julian dari tahun 45 SM,
bahkan kalender Julian pada zaman Kristus, tidak sama dengan kalender Julian
ketika Paus Gregory XIII memodifikasi kalender itu, dan dengan demikian tidak
terlihat sama seperti kalender Gregorian hari ini. Tidak ada hari Sabtu (atau
Sabat hari ketujuh di akhir minggu) pada kalender Julian yang asli.

Kalender Julian, sama seperti kalender
sebelumnya dari Republik itu, awalnya memiliki siklus delapan hari. Setiap hari
kedelapan adalah nundinæ, atau hari pasar. Kalender tidak disusun pada jalur
seperti pada kalender moderen, tetapi tanggal dicantumkan dalam kolom-kolom.
Sebagai contoh, bulan Januari dimulai dengan hari “A” dan akan
berlanjut sampai hari kedelapan pada minggu itu (A sampai H), dan bulan
berakhir di hari “E”.

Berbeda dengan kalender Ibrani, kalender Romawi
memiliki siklus mingguan yang tidak terputus sepanjang tahun, dengan sedikit
penyesuaian pada akhir tahun. Karena bulan Januari berakhir pada hari
“E”, maka bulan Februari dimulai pada hari “F”. Demikian
juga, bulan Februari akan berakhir pada hari “A” maka bulan Maret
akan dimulai pada hari “B”:

A k Jan F k Feb B k Mar
B G C
C H D
D A E
E, dst. B, dst. F, dst.

Berikut ini adalah rekonstruksi dari Fasti Antiates, sebuah cikal bakal kalender Julian yang memiliki tanggal dari tahun
60-an SM ditemukan di lokasi villa Nero di Antium. Huruf A diwarnai dengan
warna merah untuk menandai permulaan dari minggu itu.

Rekonstruksi Fasti Antiates, satu-satunya kalender Republik Romawi yang masih eksis.
Rekonstruksi Fasti
Antiates, satu-satunya kalender Republik Romawi yang masih eksis.5

Ada tiga belas kolom. Bulan Januari, di sebelah
kiri, dimulai pada hari “A” dan berakhir pada hari “E”. Di
bagian bawah setiap kolom ada angka Romawi besar yang memberikan jumlah hari
pada bulan tersebut. Kolom di ujung kanan adalah bulan ke-13, bulan kabisat.
Huruf tambahan muncul di samping huruf hari. Ini menunjukkan jenis bisnis apa
yang bisa atau tidak bisa dilakukan pada hari itu. A “k” diwarnai di
samping hari pertama setiap bulan. Ini menjadi penanda pada kalendæ.6

Penting untuk diingat bahwa mingguan Alkitab
sebagai segmen tersendiri dari sebuah waktu telah ditetapkan dalam Kejadian
pasal 1, hanya terdiri dari tujuh hari: enam hari kerja diikuti dengan Sabat
peristirahatan pada hari terakhir dalam setiap minggu. Siklus delapan hari
kalender Julian telah digunakan pada zaman Kristus. Namun, orang-orang Yahudi
tidak akan memelihara Sabat hari ketujuh pada hari kedelapan dari siklus
mingguan kalender Julian. Ini akan menjadi berhala bagi mereka.

julian batu 8 hari kalenderSebuah contoh dari tanggal-tanggal kalender
Julian dari masa kaisar Agustus7 (tahun 63 SM – tahun 14 M) sampai masa kaisar Tiberius8 (tahun 42 SM – tahun 37 M), diabadikan pada
potongan batu tersebut. Delapan hari per minggu jelas dilihat pada batu-batu
itu.

Kalender tujuh hari per minggu Julian
berikutnya, seperti yang terlihat dalam sebuah gambar kalender dinding berikut
yang ditemukan di Permandian Titus (dibangun pada tahun 79-81 M), memberikan
bukti lebih jauh bahwa Sabat Alkitab tidak pernah dapat ditemukan dengan
menggunakan kalender Julian. Pusat lingkaran berisi 12 tanda-tanda rasi
bintang, sesuai dengan 12 bulan dalam setahun. Angka Romawi di sebelah kiri dan
kanan menunjukkan hari-hari pada bulan itu. Di bagian atas kalender dinding ini
muncul tujuh dewa planet kafir orang Roma.9

Hari Sabtu (atau dies Saturni – hari dewa Saturnus)10 adalah hari pertama dalam minggu itu, bukan
hari ketujuh. Sebagai dewa pertanian, ia dapat dilihat dalam posisi pentingnya
sebagai yang terkemuka dari semua dewa lain, dengan memegang lambang sabitnya.
Selanjutnya, pada hari kedua mingguan planet kafir itu, terlihat dewa matahari
dengan tongkat kalender dewa planetsinar cahaya yang memancar dari kepalanya. Hari kedua dari sebuah minggu
aslinya adalah dies Solis (hari dewa Matahari – hari Minggu). Pada hari ketiga dalam minggu itu
terlihat dewi bulan, dengan bulan sabit bertanduk sebagai mahkota di kepalanya.
Harinya adalah dies Lunae (hari dewi Bulan – hari Senin). Hari-hari yang tersisa yang diwakili
oleh para dewa planet lainnya, berakhir dengan dies Veneris (hari dewa Venus, yang
dalam bahasa-bahasa Eropa Utara berubah menjadi dewa Norse dan menjadi hari
Friga, atau Friday [hari Jumat].)11

Karena seluruh dunia telah menggunakan kalender
Gregorian selama ratusan tahun, maka semakin sering diabaikannya fakta bahwa
pada zaman dulu, tidak hanya berbagai negara menggunakan berbagai kalender yang
berbeda, tetapi ada juga perbedaan wilayah dalam masing-masing negara. Meskipun
mingguan planetari tujuh hari menjadi terkenal di Roma dengan munculnya sekte
Mithras, mingguan ini belum resmi digunakan sampai kaisar Konstantin meresmikan
mingguan ini pada Konsili Nicea.12

Dalam terang fakta ini, adalah tidak logis
untuk mengasumsikan bahwa hari Sabtu Gregorian adalah hari Sabat Alkitabiah
pada masa Penciptaan. Memang benar bahwa kalender Julian beralih ke kalender
Gregorian tanpa kehilangan hari. Namun, benar juga bahwa kalender Gregorian,
seperti kalender Julian sebelumnya, sepenuhnya didasarkan pada sistem penanggalan
penyembah berhala.

christopher clavius
Christopher Clavius (1538-1612)

Seorang astronom Jesuit, bernama Christopher
Clavius, menegaskan bahwa kalender Julian berasal dari agama penyembah berhala
murni dan tidak memiliki kaitan apapun dengan penanggalan Alkitab. Clavius
terkenal di dunia sebagai perancang kalender Gregorian moderen. Karena kalender
Julian sedikit lebih panjang, maka pada abad ke-16, titik balik musim semi
tidak lagi jatuh pada tanggal yang sama seperti pada abad ketiga: yaitu pada
tanggal 21 Maret. Paus Gregorius XIII memberikan tugas kepada Clavius untuk
merubah kalender dan membawa titik balik musim semi kembali ke tanggal 21
Maret.13

Dalam bukunya, Romani Calendarii A Gregorio XIII PM Restituti
Explicato
, Clavius mengungkapkan bahwa ketika Gereja
menjadikan kalender Julian sebagai kalender gerejawi pada Konsili Nicea, Gereja
sengaja menolak penanggalan Alkitab dan lebih memilih mengadopsi penanggalan
kafir. Mengacu pada sistem penanggalan yang berbeda yang digunakan untuk
menentukan Paskah Alkitab melawan penggantinya Paskah Easter kafir, Clavius menyatakan
bahwa: “Gereja Katolik tidak pernah menggunakan cara perayaan [Yahudi]
dalam merayakan Paskah, tapi dalam perayaan itu mereka selalu mengamati gerak
bulan dan matahari, dan hal itu telah disucikan oleh Paus Roma yang paling awal
dan paling suci, dan juga dibenarkan melalui Konsili Nicea pertama.”14 “Paus” yang dia maksudkan adalah
para imam penyembah berhala Romawi zaman dulu.

Orang Kristen moderen telah mengasumsikan bahwa
hari Sabtu Gregorian adalah hari Sabat Alkitab. Namun, orang-orang Kristen yang
hidup pada zaman kalender Julian dipaksakan dengan undang-undang sipil tidak
ragu atau tidak bingung pada perihal ini: “Sabat” ditentukan dengan
kalender luni-solar Alkitab; dan “hari Tuhan” (hari Minggu)
ditentukan dengan kalender matahari kafir. Seperti yang dicatat oleh David
Sidersky, “sudah tidak mungkin untuk menerapkan kalender tua di bawah
pemerintahan Konstantin.”15 Namun, orang-orang Kristen pengikut para rasul, tidak mematuhi
perintah baru itu.

“Dalam setiap langkah menuju kemurtadan,
dalam setiap langkah penerimaan bentuk penyembahan matahari, dan melawan
penerimaan pemeliharaan hari Minggu itu sendiri, telah ada protes yang terus
menerus dari orang-orang Kristen yang benar. Mereka yang tetap taat kepada
Kristus [Sang Juruselamat] dan pada kebenaran firman yang murni dari [Yahuwah]
tetap memelihara hari Sabat berdasarkan Sepuluh Perintah, berdasarkan firman
[Elohim] yang telah menetapkan perintah ke-empat hari Sabat sebagai materai
yang olehnya, Sang Pencipta langit dan bumi, dibedakan dari semua allah-allah
lain. Ini adalah dasar dari protes melawan setiap bentuk penyembahan terhadap
matahari. Tetapi orang-orang lain tetap berkompromi, khususnya yang tinggal di
Timur, mereka menguduskan keduanya sekaligus; hari Sabat dan hari Minggu.
Tetapi di Barat, dibawah pengaruh Roma 
dan dibawah kepemimpinan gereja dan keuskupan Roma, hanya hari Minggu
yang diadopsi dan dikuduskan.”16

Konsili Nicea (pada tahun 321-324 M) melarang
penggunaan kalender luni-solar Alkitab sebagai kalender gerejawi, dan
menggantikannya dengan kalender Julian, memerintahkan agar semua orang di
manapun untuk “memuliakan”17 hari dewa Matahari.18 Sebagian orang mulai berkompromi. Ketika banyak orang Kristen tetap
menjaga Sabat asli berdasarkan kalender luni-solar, orang-orang lain bersama
dengan rabbi orang-orang Yahudi, memelihara hari ketujuh kalender Julian: hari
Sabtu. Yang lain lagi memelihara hari Sabtu serta hari Minggu sekaligus. Hal
ini tidak memuaskan Gereja di Roma. Dia ingin agar semua orang menyembah secara
khusus pada hari Minggu. Ketika perintah Nicea tidak memiliki efek yang
diinginkan pada orang-orang, Konsili Laodikia diadakan sekitar 40 tahun
kemudian untuk memaksakan penerimaan “Hari Tuhan” menggantikan tempat Sabat lunar Alkitab.

Karena itu, agar tujuan aslinya dapat tercapai,
sekarang menjadi penting bagi gereja untuk mengamankan undang-undang yang
memadamkan semua pengecualian, dan melarang pengudusan hari Sabat untuk meredam
protes yang kuat [melawan penyembahan pada hari Minggu]. Dan sekarang. . .
“perintah ilahi yang sejati” dari Konstantin dan Konsili Nicea bahwa
“tidak ada” kegiatan yang boleh “sama dengan orang-orang
Yahudi,” telah menjadi dasar dan kewenangan hukum, untuk benar-benar
menghancurkan sepenuhnya pemeliharaan hari Sabat [Tuan], dan untuk menegakkan hanya
pengudusan hari Minggu.19

Kanon no 29 pada Konsili Laodikia menuntut:
“Orang-orang Kristen tidak boleh menjadi seperti orang Yahudi dan
menganggur pada hari Sabtu, tetapi harus bekerja pada hari itu, tetapi hari
Tuhan harus dihormati oleh mereka secara khusus, dan, sebagai orang Kristen,
harus, jika mungkin, tidak melakukan pekerjaan pada hari itu. Jika sampai,
mereka ditemukan seperti orang Yahudi, mereka akan dikucilkan dari
Kristus.”

Penting untuk diketahui bahwa kata
“Sabtu” telah ditambahkan dalam terjemahan bahasa Inggris. Menurut
uskup Katolik, Karl J. von Hefele20 dalam History of the
Councils from the Original Documents
, kata yang digunakan
sebenarnya adalah “Sabat” baik di dalam bahasa Yunani maupun dalam
bahasa Latin dan kata “dikucilkan” sebenarnya telah menggantikan kata
“anathema” (dikutuk). Versi bahasa Latin dengan jelas tidak
mengandung referensi dies
saturni (Sabtu) melainkan menggunakan Sabbato, atau
“Sabat”:

Quod non oportet Christianos
Judaizere et otiare di Sabbato, sed operari di eodem mati. Preferentes autem di
veneratione Dominicum diem si vacre voluerint, ut Christiani hoc faciat; quod
si reperti fuerint Judaizere Anathema Sint a Christo.

Hanya dalam beberapa tahun terakhir,
fakta-fakta sejarah telah dilupakan, dan hari Sabtu telah diasumsikan sebagai
Sabat Alkitab. Ketika kalender Julian sedang diberlakukan pada orang-orang
Kristen untuk penggunaan gerejawi, tak seorang pun pada masa itu yang bingung membedakandies saturni dengan Sabbato. Semua orang tahu bahwa itu adalah dua hari yang
berbeda dengan dua sistem kalender yang berbeda.

Beberapa hari sebelum kematian-Nya, Kristus
membuat sebuah pernyataan yang harus dipertimbangkan dalam konteks pertikaian
antara kalender yang benar melawan kalender palsu. Dia mengatakan,
“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan
kepada Yahuwah apa yang wajib kamu berikan kepada Yahuwah.”21 Di sini Kristus menetapkan sebuah prinsip
penting yang mengatur setiap bidang kehidupan. Penyembahan bukan milik Kaisar.
Penyembahan semata-mata hanya milik Sang Pencipta.

Sebuah pepatah kuno menyatakan: “Dia yang
mengendalikan kalender, mengontrol dunia.” Siapa yang mengontrol anda?
Hari di mana kamu menyembah, yang ditentukan oleh kalender yang anda gunakan,
menunjukkan Pribadi berkuasa/dewa mana yang mengendalikan anda. Ibadah pada
hari Sabat yang sejati adalah tanda kesetiaan kepada Pencipta kita. Hanya Sang
Pencipta, Yang mengendalikan matahari, bulan dan bintang, dan kalender-Nya,
yang memiliki hak untuk memberitahu umat-Nya kapan harus menyembah dan,
berdasarkan hak itu, menerima penyembahan itu.


Konten Terkait:


1 Julius Caesar telah
terpilih sebagai Pontifex Maximus pada tahun 63 SM (James Evans,
“Calendars and Time Reckoning,”The History and Practice of Ancient Astronomy, Oxford University Press, 1998, hal. 165.)

2 “Pontifex
Maximus” sekarang telah menjadi gelar khusus bagi Paus. Hal ini sangat
tepat karena kalender Gregorian sekarang telah digunakan baik oleh orang kafir
maupun paus, yang telah ditetapkan dari kalender Julian kafir dan telah
dimodifikasi oleh paus, dan dinamai, dengan nama paus.

3 “The Julian
Calendar”, Encyclopedia
Britannica.

4 s.d.a., penekanan
ditambahkan.

5 Palazzo Massimo Alle Terme, ed. Adriano La Regina, 1998.

6 “Calendar,” Encyclopedia Britannica online.

7 Caesar Augustus,
Kaisar Romawi pertama, disebutkan dalam Alkitab. Pungutan pajaknya yang membuat
Yusuf dan Maria pergi ke Betlehem pada waktu kelahiran Kristus. Lihat Lukas 2:
1.

8 Tiberius menggantikan
Augustus sebagai kaisar pada tahun 14 M, pensiun pada tahun 35 M. (Historic
Figures, http://www.BBC.co.uk/history.)

9 Mingguan tujuh hari
planetari diadopsi ke dalam kalender Romawi kafir pada kemunculan sekte
Mithras. (Lihat Sunday
in Roman Paganism
, by R. L. Odom, Review & Herald Publ. Assoc., 1945.) Para dewa planet telah menjadi bagian permanen
dari penanggalan Julian dan budaya Romawi kafir.

10 Untuk informasi lebih
lanjut mengenai bagaimana mingguan planetari asli diatur oleh tujuh dewa
planet, Lihat How Did Sunday Get
It’s Name?
, by R. L. Odom, di
www.4angelspublications.com/books.php. Hak Cipta tahun 1972, oleh Southern
Publishing Assoc., Digunakan dengan izin.

11 J. Bosworth and T. N.
Toller, Frig-dæg, An
Anglo-Saxon Dictionary
, 1898, hal.337, made
available by the Germanic Lexicon Project. Lihat juga “Friday” dalam Webster’s New Universal Unabridged Dictionary, 2nd edition, 1983.

12 Lihat R. L. Odom’s
The Planetary Week in the
First Century A.D.”, Sunday Sacredness in Roman Paganism
, Review and Herald Publish Assoc., 1944.

13 “Ketika Gregory
XIII mereformasi kalender, penyesuaian dibuat sedemikian rupa sehingga titik
balik musim semi harus menempati posisi yang ditugaskan untuk itu dalam tabel
Paskah Easter, yaitu tanggal 21 Maret. Tanggal tabel ini… Dari sekitar abad
ketiga. Hal yang penting adalah bahwa penyesuaian ini menempatkan titik balik
musim semi pada tanggal yang murni
mengambang dan tidak selalu terkait dengan tanggal di
mana titik balik matahari jatuh ketika revisi kalender Julius Caesar
dibuat.” (Surat dari Dr. H. Spencer-Jones, Astronomer Royal, Royal
Observatory, Greenwich, London, Grace Amadon, tanggal 28 Desember 1938, Koleksi
154, Box 1, Folder 4, Center for Adventist Research, Andrews University, penekanan
ditambahkan.

14 Christopher Clavius, Romani Calendarii A Gregorio XIII P.M. Restituti
Explicato
, hal. 54, sebagaimana dikutip dalam “Report of Committee on Historical Basis, Involvement, and Validity of the October 22, 1844, Position“, Part V, Sec. B,
hal. 18, Collection 154, Center for Adventist Research, Andrews University.

15 Astronomical Origin of Jewish Chronology, Paris, 1913, hal. 651.

16 A. T. Jones, The Two Republics, A. B. Publishing, Inc., 1891, hal. 320-321.

17 Memuliakan:
“memandang dengan rasa hormat yang mendalam dan rasa kagum, menganggap
keramat….” Webster
New Universal Unabridged Dictionary
, edisi ke-2, 1983.

18 “Constantine,
Kaisar Augustus, ke Helpidius: Pada hari matahari yang mulia membiarkan hakim
dan orang-orang yang berada di kota-kota beristirahat, dan membiarkan semua
pemujaan ditutup. Namun di dalam negeri, orang-orang yang bergerak di bidang
pertanian dapat dengan bebas dan sah melanjutkan kegiatan mereka; karena sering
terjadi bahwa hari yang lain tidak begitu cocok untuk menabur benih atau
menanam-anggur, supaya jangan karena mengabaikan waktu yang tepat untuk
kegiatan seperti itu, karunia surga harus hilang”. P. Schaff’s
translation, History of the
Christian Church
, Vol. III, hal. 75.

19 A. T. Jones, The Two Republics, A. B. Publishing, Inc., 1891, hal. 321, penekanan ditambahkan.

20 Karl Josef von Hefele (1809-1893), adalah
otoritas kredibel pada pilihan kata asli yang digunakan di Konsili Laodikia.
Seorang sarjana Jerman, teolog dan profesor sejarah Gereja, dididik di Bingen
University, dan kemudian menjadi uskup di Rottenburg, ia memiliki akses ke
arsip dan dokumen asli Vatikan.

21 Lihat Matius 22:21.

This site is registered on wpml.org as a development site. Switch to a production site key to remove this banner.