World's Last Chance

Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

While WLC continues to uphold the observance of the Seventh-Day Sabbath, which is at the heart of Yahuwah's moral law, the 10 Commandments, we no longer believe that the annual feast days are binding upon believers today. Still, though, we humbly encourage all to set time aside to commemorate the yearly feasts with solemnity and joy, and to learn from Yahuwah's instructions concerning their observance under the Old Covenant. Doing so will surely be a blessing to you and your home, as you study the wonderful types and shadows that point to the exaltation of Messiah Yahushua as the King of Kings, the Lord of Lords, the conquering lion of the tribe of Judah, and the Lamb of Yahuwah that takes away the sins of the world.
WLC Free Store: Closed!
Nubuatan Alkitab, Pembelajaran Alkitab, Video, Artikel, & Masih Banyak Lagi!

Perubahan: Kekristenan Menjadi Kafir

Nama-nama kafir dari minggu planetari telah dipatenkan di
dalam kalender dan digunakan diantara negara-negara yang disebut Kristen.
Setiap kali kita melihat kepada kalender yang sudah kita punya sebelumnya, itu
menjadi pengingat yang tetap pada penggabungan kekafiran dan kekristenan yang
terjadi karena kemurtadan agama yang besar – “kemurtadan” seperti
kata rasul Paulus, yang muncul pada abad-abad pertama gereja Kristen dan
membuat pertentangan aliran dan kepercayaan Babel moderen yang mengaku berada
di dalam Kristus.
(1)

Hal ini dapat dipahami,
meskipun disayangkan, bahwa orang Kristen moderen menganggap waktu dalam
seminggu seperti yang dikenal hari ini telah berlangsung terus-menerus tanpa
henti sejak masa
Penciptaan: seluruh dunia telah bersatu menggunakan
kalendar Gregorian selama 60 tahun, sementara di belahan dunia bagian barat telah menerima
kalendar Julian hampir 2,000 tahun yang lalu! 
Namun, pengabaian kebenaran
tidak mengubah kebenaran itu sendiri; seperti yang Yahuwah katakan di dalam
Hosea 4:
6: “Umat-Ku binasa karena kurang pengetahuan.” Inilah
tanggung jawab setiap orang untuk mencari tahu sendiri apa yang benar dan menghidupi hidup mereka sesuai dengan
pengetahuan itu.

Penggabungan Kekristenan
dengan agama
kafir dalam bentuk paham Mithra adalah sebuah proses yang
terjadi dalam
kurun beberapa ratus tahun. Ketika proses itu telah berhasil,
hari Sabat yang sejati dari perintah keempat telah hilang dengan anggapan bahwa bentuk moderen  dari mingguan planetari ini
tidak berubah sejak masa Penciptaan. Sementara referensi
bagi umat
Kristen mula-mula yang masih terjerumus dalam
praktek-praktek kafir dapat dilihat dalam Perjanjian Baru, perubahan terbesar menyelinap di
dalam metode-metode penanggalan. Kalendar solar Julian dengan siklus mingguan tidak terputus sangat
berbeda dari kalendar luni-solar yang digunakan oleh orang Yahudi dan umat
Kristen rasuli. Melakukan usaha dengan sekelompok orang yang menggunakan metode
perhitungan waktu yang berbeda adalah sulit. Pada awal akhir abad pertama, Ignatius
“mempelopori gerakan menuju penggantian pengudusan hari Minggu ke pengudusan hari Sabat.”(2)

Umat Kristen di Roma
termasuk diantara
mereka yang pertama-tama memulai ibadah dengan
menggunakan kalender Julian ketimbang kalender Alkitabiah. Hal ini menciptakan kebingungan di
tengah-tengah para penyembah berhala. 
Sekitar tahun 175-178 Masehi, Celsus, seorang filsuf dan Pembela Roma,
menulis On the True Doctrine: A Discourse
Against the Christians.
(3) Ini merupakan sebuah kecaman yang
kuat atas Kekristenan. Meskipun dalam tulisannya mengatakan “sedikit bukti yang terhitung dari kegetiran yang menandakan serangan-serangan [dari sebagian
besar penyembah
berhala]”(4) namun dia
mengejek orang Kristen karena meniru orang kafir. “Hasil pekerjaannya
adalah menempatkan orang Kristen dalam posisi yang tidak menguntungkan di mata
orang-orang Roma dan penguasa mereka.”(5)

Tak satu pun salinan
karya Celsus yang masih ada, sebagian besarnya dikutip dalam sebuah karya besar
Origen, Contra Celsum.  Salah satu kutipan sangat menarik karena
mengacu kepada Mithraisme dan dewa-dewa planet.(6) Juga, menarik
untuk dicatat, bahwa Origen tidak mencoba untuk menyangkal setiap persamaan
Celsus mengenai Kekristenan dan Mithraisme, melainkan hanya berusaha untuk
menghindari tuduhan.(7)

Perkembangan beberapa orang Kristen
yang menganut praktek-praktek kafir telah membingungkan banyak penyembah berhala di Roma.  Tertullian (tahun160-225), seorang
penulis gereja mula-mula, menulis sebuah pembelaan umat Kristen yang
mengungkapkan proses yang menyebabkan beberapa orang Kristen kemudian beribadah pada hari Minggu, yang lain pada hari Sabtu, dan yang lainnya
lagi berpegang kepada Sabat Alkitabiah (melalui perhitungan bulan lunar).
Pernyataan-pernyataannya dengan jelas mengungkapkan bahwa umat Kristen telah
salah karena paham Mithrais:

Yang lain, tentunya
lebih berbudaya, berpikir bahwa Matahari adalah dewa orang Kristen, karena
diketahui bahwa kita berdoa ke arah timur dan membuat perayaan pada hari
Matahari. Apakah yang anda lakukan masih kurang? Tidak sebagian besar dari
anda, dalam kepura-puraan menyembah benda-benda langit, terkadang menggerakkan
bibir anda ke arah matahari terbit.  Anda
tentunya merupakan orang-orang yang juga menerima Matahari dimasukkan ke dalam daftar tujuh hari, dan lebih menyukainya dari antara hari-hari
lainnya . . . .(8)

Sangat mudah melihat bagaimana orang-orang Kristen yang beribadah pada hari Minggu akan membingungkan dimata para penyembah berhala.  Beberapa
persamaan antara Kristus dan dewa Mithra yang diklaim antara lain:

  • Keduanya diklaim menjadi juruselamat manusia
  • Lahir dari perempuan perawan, disaksikan oleh para gembala
  • Guru yang berkeliling; mengajarkan moralitas
  • Memiliki dua belas pengikut
  • Membuat mukjizat
  • Tanggal lahir 25 Desember(9)
  • Mengorbankan diri untuk kedamaian dunia
  • Dikubur di sebuah kuburan; dibangkitkan pada hari ketiga
  • Juruselamat manusia
  • Dikenal sebagai Gembala yang Baik dan Terang Dunia; dianggap sebagai
    Jalan, Kebenaran dan Hidup
  • Orang-orang percaya dijanjikan kekekalan

Ketika orang-orang
Kristen juga mengadopsi kalendar Julian untuk beribadah, para penyembah berhala
dapat melihat
tinggal sedikit perbedaan antara Kekristenan dan paham Mithrais mereka
sendiri, selain dari penolakan Kristen terhadap pembakaran dupa untuk kaisar,
yang dipandang sebagai pengkhianatan. Kutipan Tertullian yang lain juga sangat penting, yang sekali lagi mengungkapkan perbedaan
praktek-praktek di antara orang-orang Kristen, ada beberapa orang yang
beribadah pada hari Minggu, yang lain pada hari Sabtu yang dia
tunjukkan sebagai sebuah
bentuk penyimpangan  dari
praktek Yahudi (orang-orang Kristen rasuli pada masa itu masih menguduskan hari Sabat yang ditentukan dengan kalender Alkitab) :

“Kita
telah ditaklukkan kepada orang-orang Persia [Mithrais], mungkin . . . karena
alasan ini, saya mengira, karena kita dikenal beribadah menghadap ke timur  . . . Juga, jika kita melakukan perayaan
untuk menguduskan hari Minggu (dengan alasan yang jauh berbeda dengan para
penyembah Matahari), kita menjadi sama dengan mereka yang menguduskan hari
Sabtu, mereka juga telah menyimpang dari
cara dan kebiasaan orang-orang Yahudi yang mereka tolak
.”(10)

Kutipan ini menegaskan
bahwa ibadah pada hari Sabtu  merupakan
sebuah penyimpangan dari kebiasaan orang Yahudi yang beribadah pada hari
ketujuh berdasarkan
kalender asli.

Jangan menganggap bahwa
karena beberapa orang Kristen
menerima penanggalan dan praktek-praktek kafir maka perubahan yang terjadi
itu tidak
mendapatkan protes dari umat Kristen lainnya.  Umat Kristen rasuli, yaitu mereka
yang benar-benar mematuhi ajaran-ajaran para rasul dan keturunan-keturunan
rohani langsung mereka, sangat kecewa terhadap apa yang mereka lihat yaitu kemurtadan
para penyembah berhala yang masuk ke dalam gereja. Prasangka yang melawan
umat Kristen menjadi
ekstrim. Padahal, kekuatan utama dari karya Tertullian, Apologetikum itu, adalah  membela Kekristenan melawan
perlakuan orang Kristen yang tidak masuk akal melalui para
penyembah berhala.

Tertullian, telah dianugerahi dengan sebuah kecerdasan yang menusuk dan dengan kegemaran besar akan
ironi, menunjukkan  perlakuan yang tidak
konsisten dari orang-orang Kristen dibanding penjahat-penjahat pada umumnya
oleh para hakim.(11) Sementara penjahat umum disiksa sampai ia mengakui kejahatannya, orang-orang
Kristen yang mengaku “Kristen” disiksa sampai mereka menyangkalnya.  Ketika
orang-orang Kristen dituduh melakukan ritual hubungan sedarah dan memakan
bayi-bayi, tuduhan tersebut tidak pernah terbukti. Selain itu, Tertullian
dengan sinis mengamati, para penyembah berhala (yang membuang anak-anak yang
tidak diinginkan) sangat tidak bermoral dan hubungan sedarah bagi mereka
adalah sesuatu yang tak terelakkan jika kejadiannya tidak diketahui!

Umat Kristen masa kini ada bukan untuk menghakimi mereka yang pernah melalui penganiayaan ekstrim di masa
lalu. Namun, seharusnya dipahami bahwa penyembahan berhala dapat dianiaya karena setia kepada Sabat Alkitabmenerobos
ke dalam Kekristenan setelah melalui protes ekstrim dan melalui darah para
martir.  Mereka yang menolak untuk
menjatuhkan dupa untuk menghormati kaisar yang “mulia” akan dipaksa untuk
memegang segenggam dupa yang dicampur dengan bara api.  Jika campuran pembakaran tersebut dijatuhkan
karena refleks atau jatuh hanya setelah jari-jari terbakar, para penyembah
berhala akan bersukacita bahwa penghormatan yang pantas telah diberikan untuk
kaisar.(12)

Orang-orang Kristen juga
diharapkan mempersembahkan dupa bagi dewa-dewa Roma yang lain. “Berdoa
kepada planet-planet pada masing-masing hari mereka adalah bagian dari penyembahan
benda-benda langit.”(13) Beberapa teolog moderen mengakui, “Ya, ketika Sabat hari ketujuh ditentukan dengan kalendar Alkitab, itu
akan sangat berbeda; tetapi semua
yang Tuhan minta dari kita adalah untuk menguduskan Sabat hari ketujuh dengan
kalendar apapun yang masyarakat gunakan.” Keyakinan seperti ini
mengungkapkan kurangnya pengetahuan yang tragis mengenai
masalah-masalah yang dihadapi.  Pada
mingguan planetari dengan tujuh dewa-dewa astrologi secara jelas terlihat oleh orang-orang
Kristen rasuli berhubungkan dengan penyembahan setan. Alkitab bersikukuh bahwa ritual
kekafiran tidak
lain adalah penyembahan setan: “Yang kumaksudkan ialah, bahwa
persembahan bangsa-bangsa
kafir [penyembah berhala] adalah persembahan kepada roh-roh
jahat, bukan kepada Yahuwah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu dengan
roh-roh jahat.”(14)

Ilustrasi di atas(15)
ditemukan di
dalam Tortures and Torments of Christian
Martyrs
menunjukkan seorang martir, tokoh A, dipaksa untuk
memegang segenggam bara api.(16) keterangannya berbunyi: “Martir
yang tangannya dipenuhi dengan dupa yang dicampur bersama bara api, dan siapa
yang karena rasa sakit sehingga menyebarkan dupa tersebut dianggap telah
berkorban untuk berhala.”  Gugusan
halilintar di dalam bentuk X yang lazim dengan baut tebal yang terbagi dua,
mengungkapkan bahwa
berhala tersebut adalah dewa planet, Jupiter.(17)
Tidak ada orang Kristen sejati, yang mau hidupnya selamat, mau
mempersembahkan dupa untuk dewa planet dihari tersebut, bahkan untuk Saturnus –bahkan jika Sabat hari ketujuh pada
bulan itu bertepatan dengan hari Saturnus. 
Melakukan hal yang demikian dianggap mengakui Saturnus sebagai “dewa” pada masa itu.

Penanggalan mencakup
banyak masalah yang lebih besar dari yang telah dipahami. Hari di mana orang beribadah menunjukkan Pribadi berkuasa/dewa
yang disembah. Orang Kristen mula-mula tahu betul bahwa beribadah dengan
menggunakan kalendar penyembah berhala adalah memberikan penghormatan kepada
dewa berhala. Dengan beribadah menggunakan kalendar luni-solar Pencipta, mereka
menyatakan kesetiaan mereka kepada Eloah yang di Sorga.

Penerimaan Kekristenan akan
penanggalan penyembah berhala tidak terjadi hanya dalam semalam. Beberapa orang
Kristen berkompromi pada satu hal, dan yang lainnya pada hal lain.  Beberapa berpegang teguh pada kalendar
luni-solar, sementara yang lain menguduskan Sabat lunar, tetapi juga mengakui hari Minggu. Yang lainnya
menguduskan baik hari Sabtu maupun hari Minggu, sementara beberapa hanya
beribadah pada hari Minggu. Kompromi-kompromi dari satu
generasi akan berlanjut sedikit demi sedikit.

“Setiap langkah dalam proses kemurtadan juga merupakan setiap langkah yang
diambil dalam mengikuti bentuk-bentuk ibadah pada matahari, yang berlawanan dengan penerimaan pemeliharaan hari
Minggu itu sendiri, telah diprotes terus menerus dari orang-orang Kristen yang
benar. Mereka yang tetap taat kepada Kristus dan pada kebenaran firman yang
murni dari [Yahuwah] tetap memelihara hari Sabat [Tuan] berdasarkan Sepuluh
Perintah, dan berdasarkan firman [Yahuwah] yang telah menetapkan perintah
ke-empat hari Sabat sebagai materai-Nya, Sang Pencipta langit dan bumi, yang
membedakan-Nya dari semua allah-allah lain. Ini adalah dasar dari protes
melawan setiap bentuk penyembahan terhadap matahari. Tetapi orang-orang lain
tetap berkompromi, khususnya yang tinggal di Timur, mereka menguduskan keduanya
sekaligus; hari Sabat dan hari Minggu. Tetapi di Barat, dibawah pengaruh
Roma  dan dibawah kepemimpinan gereja dan
keuskupan Roma, hanya hari Minggu yang diadopsi dan dikuduskan.”(18)

Karena kalendar-kalendar
tersebut sangat berbeda, setiap bagian kehidupan akan selalu terpengaruh.
Mereka yang tidak memiliki hati yang mau berkomitmen pada
pengajaran yang murni akan mudah berkompromi. Para sarjana percaya bahwa
Eusebius dari Kaisarea adalah penulis gerejawi pertama yang
merohanikan nama kafir “hari Minggu” untuk membuatnya lebih cocok bagi umat Kristen. Dia berkata
tentang dies Solis, Hari Minggu: “Demi
jiwa-jiwa kami Matahari Kebenaran bangkit.”(19) Lebih
lanjut ia menulis tentang melihat “wajah kemuliaan Kristus, dan melihat hari
terang-Nya.”(20)

Sebuah catatan peralihan
umat Kristen menggunakan penanggalan kafir telah diabadikan dalam berbagai prasasti batu nisan. Sebuah nisan orang Kristen merujuk kepada dies
Mercurii
(hari planet Merkuri) di
dalam tulisan
nisan itu. Tanggal pada batu nisan tersebut diyakini sekitar tahun
291 atau 302 Masehi.(21) Batu nisan Kristen lainnya, salah
satu yang bertanggal tertua yang ditemukan di Roma, merujuk pada dies
Veneris
(hari planet Venus).  Yang membuat nisan ini berbeda adalah
karena dicatat dengan dua jenis tanggal, tanggal kalender Julian dan tanggal kalender luni-solar! bertanggal pada tahun 269 Masehi,
prasasti  itu menyatakan:

Dalam konsul Claudius
dan Paternus, pada Nones November, pada hari Venus, dan di hari ke 24 bulan
lunar, Leuces telah
menempatkan [batu nisan ini] untuk Severa, puteri yang sangat
disayanginya, dan kepada Engkau Roh Kudus. Puterinya meninggal [saat
berusia] 55 tahun 11 bulan [dan] 10 hari.(22)

“Nones” November adalah
tanggal 5 November yang jatuh pada hari Venus, hari Jumat.  Berdasarkan bulanan jatuh pada hari
ke-24 bulan lunar, atau “Hari Kedua” pada mingguan kalender Alkitab.

Kekristenan rasuli yang
murni lambat
laun berubah menjadi sebuah Kekristenan yang terjalin dengan prinsip-prinsip penanggalan kafir adalah terutama
disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang ada saat
ini mengenai kalendar sejati Sang Pencipta. Siklus mingguan tidak terputus kafir telah menjangkau sangat jauh ke dalam sejarah, dan telah diasumsikan bahwa siklus mingguan tidak terputus ini selalu ada. Fakta-fakta sejarah
tentang kalendar Julian telah dilupakan dan penalaran yang beredar telah
digunakan untuk “membuktikan” bahwa hari Sabat Alkitabiah adalah hari Sabtu: artinya, mingguan Gregorian moderen memiliki siklus tujuh hari seminggu yang terus
berlanjut.  Kemudian, hari Sabtu, dipastikan menjadi
“Sabat hari ketujuh” yang sesuai dengan perintah keempat.

Umat Katholik dan umat
Protestan beribadah pada hari Minggu, hari pertama dari mingguan kalender Gregorian , telah diambil sebagai “bukti” lebih lanjut bahwa hari Sabtu
adalah Sabat hari ketujuh Alkitab. Lagi pula, “jika hari Sabtu bukanlah hari
Sabat sejati, mengapa Setan terganggu karena orang-orang yang beribadah pada
hari Minggu?” Dusta ganda ini bagi para pemelihara Sabat
hari Sabtu telah diyakini menurut asumsi mereka bahwa hari Sabtu adalah Sabat
Alkitab. Namun, fakta-fakta sejarah bersinar terang menyinari kegelapan tradisi
dan kesalahan untuk mengungkapkan asal usul kafir dari
kedua hari ibadah moderen ini, hari Minggu dan hari
Sabtu.


Konten Terkait:


(1) R. L. Odom, Sunday in Roman Paganism,
(New York: TEACH Services, Inc., 2003), hal. 202.

(2) Eviatar Zerubavel, The Seven Day
Circle,
 (Chicago: University of Chicago Press, 1985), hal. 22;
Ignatius, Epistle to the Magnesians,(The Ante-Nicene
Fathers, 
Grand Rapids, Michigan: W. B. Eerdmans, 1956, James Donaldson
and Alexander Roberts, eds.), Vol. 1, hal. 59-65.

(3) Lihat On the True Doctrine, diterjemahkan oleh R. Joseph
Hoffmann, (New York: Oxford University Press, 1987).

(4) “Celsus the Platonist,”Catholic
Encyclopedia,
 NewAdvent.org.

(5) Odom, op. cit., hal.
54.

(6) Origen, Against Celsus, buku
6, pasal 22 in The Ante-Nicene Fathers, (New York: Charles
Scribner’s Sons, 1913), Vol. 4, hal. 583.

(7) S.d.a.

(8) Tertullian, Ad Nationes, Book
1, Chapter 13 in J. P. Migne, Patrologiæ Latinæ Cursus Completus,
(Paris, 1844-1855), Volume 1, columns 369-372.

(9) Walaupun Kristus tidak lahir pada tanggal 25
Desember, namun Kekristenan moderen tetap menjadikan hari itu sebagai hari
kelahiran “resmi” Mesias.

(10) Tertullian, Apologia, pasal. 16, dalam
J. P. Migne, Patrologiæ Latinæ, Vol. 1, cols. 369-372; standard
English translation in Ante-Nicene Fathers, (New York: Charles
Scribner’s Sons, 1913), Vol. 3, hal. 31.

(11) Untuk meneliti lebih lanjut, lihat www.tertullian.org.

(12) Antonio Gallonio, De SS. Martyrum
Cruciatibus, 
1591.  Published in English: Tortures and
Torments of the Christian Martyrs
, A. R. Allinson, trans., (London: Fortune
Press, 1903), p. 143.  Tujuan dari buku ini adalah untuk “menghormati
orang-orang beriman” dan diterbitkan dengan persetujuan Gereja Katholik Roma. 

(13) Odom, op.cit., hal. 158.

(14) 1 Korintus 10:20

(15) Gambaran ini adalah sebuah ukiran
lempengan-tembaga yang dibuat oleh Antonio Tempesta dari Firenza (Florence) dibuat
menurut rancangan Giovanni de Guerra dari Modena, dibuat untuk Paus Sixtus V.

(16) Gallonio, Tortures and Torments of the
Christian Martyrs,
 op.cit., hal. 138.

(17) Hari Yupiter, dies Jovis, terkait
dengan hari kamis moderen.

(18) A. T. Jones, The Two Republics, (Ithaca,
Michigan: A. B. Publishing, Inc., n.d.), hal. 320-321.

(19) Eusebius, Commentary on the Psalms,
Psalm 91 
(Psalm 92 in A.V.), in J. P. Migne, Patrologiæ Græccæ
Cursus Completus, (
Paris, 1856-1866),  Volume 23, column
1169.

(20) Eusebius, Proof of the Gospel, Buku
4, pasal 16, diterjemahkan oleh W. J. Ferrar, Vol. 1, hal. 207 seperti yang
dikutip dalam sumber yang sama.

(21) E. Diehl, Inscriptiones Latinæ
Christianæ Veteres, 
(Berolini, 1925), Vol. 2, hal. 118, #3033.

(22) s.d.a., hal. 193, #3391.  Lihat
juga, G. B. de Rossi, Inscriptiones Christianæ Urbis Romæ, Vol.
1, bagian 1, hal. 18, #11.

This site is registered on wpml.org as a development site. Switch to a production site key to remove this banner.