Doktrin utama kedua dari lima doktrin yang ditegaskan
oleh “Review and Herald” pada tahun 1854 adalah “Hukum [Yahuwah] seperti yang diajarkan
dalam Perjanjian Lama dan Baru, tidak berubah”. Sementara kita mungkin
membayangkan bahwa hukum yang terkait dengan moral, sosial, dan kesehatan
lainnya juga termasuk di dalamnya, seperti yang nampak di dalam Alkitab, hukum Yahuwah
yang paling luar biasa yang diajarkan dalam Perjanjian Lama dan Baru adalah Sepuluh Perintah. Hukum ini dinyatakan tidak akan berubah.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk
mengidentifikasi apakah sepuluh perintah itu, untuk memberikan pandangan
singkat mengenai pentingnya sejarahnya, untuk menunjukkan bahwa sepuluh
perintah ini diajarkan dalam Perjanjian Lama dan Baru, dan akhirnya untuk
menunjukkan bahwa sepuluh perintah itu adalah tidak berubah.
Apakah Sepuluh
Perintah itu?
Teks yang kita kenal sebagai sepuluh perintah
ditemukan dalam Keluaran 20: 1-17, tetapi hukum ini tidak disebut Sepuluh
Perintah di sana. Pernyataan Sepuluh Perintah hanya digunakan tiga kali di dalam
Alkitab. (Keluaran 34:28) Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan Yahuwah
empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum
air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni
Kesepuluh Firman. (Ulangan 4:13) Dan Ia memberitahukan kepadamu perjanjian,
yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Firman dan Ia
menuliskannya pada dua loh batu. (Ulangan 10: 4) Dan pada loh itu Ia
menuliskan, sama dengan tulisan yang mula-mula, Kesepuluh Firman yang telah
diucapkan Yahuwah kepadamu di atas gunung dari tengah-tengah api pada hari kamu
berkumpul; sesudah itu Yahuwah memberikannya kepadaku.
Dari ayat-ayat di dalam kitab Ulangan, kita dapat
melihat bahwa Sepuluh Perintah adalah firman yang ditemukan di dalam kitab Keluaran
pasal 20, dan bukan, karena ada juga beberapa, yang ditemukan dalam kitab Keluaran
pasal 34 itu sendiri. Namun, Sepuluh Perintah bukanlah firman yang mengacu pada
pengorbanan, perayaan tahunan, dan kebiasaan merebus anak domba dalam susu
induknya. Sepuluh Perintah adalah firman yang secara terbuka dinyatakan
“dari tengah-tengah api pada hari berkumpul”, yaitu perintah-perintah
yang dituliskan di dalam kitab Keluaran pasal 20.
Apa Peran
Sepuluh Perintah di dalam Sejarah?
Adalah menakjubkan bahwa sepuluh perintah telah
menerima begitu banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir, namun orang
yang bersangkutan itu sendiri yang telah mengangkat perihal ini tidak memandang
dengan serius pada perintah-perintah ini. Sepuluh perintah, seperti yang
tercatat dalam kitab Keluaran pasal 20, membawa kesatuan mutlak Yahuwah.
Kebanyakan dari mereka yang ingin membuat perintah-perintah itu ditampilkan
pada gedung-gedung publik malahan percaya pada Trinitas, sebuah doktrin yang sama
sekali asing bagi sepuluh perintah dan sejarahnya yang terkait. Selain itu,
sekitar sepertiga dari teks sepuluh perintah berkaitan dengan Sabat hari
ketujuh. Kebanyakan dari mereka yang mendukung visibilitas yang lebih besar
dari perintah-perintah itu adalah para pemelihara hari Minggu. Akhirnya, salah
satu dari sepuluh perintah itu adalah Jangan membunuh. Baik hukuman mati maupun
agresi yang menyulut perang tampaknya menjadi isu-isu populer di antara
beberapa orang yang sama yang fasih mendukung Dekalog [Sepuluh Perintah].
Namun, alasan mengapa ketidakkonsistenan ini terjadi
seperti ini adalah masuk akal. Sepuluh perintah yang meluas digunakan oleh hampir
semua “gereja” umat Kristen di katakan bukan dari orang-orang Yahudi.
Bahkan Islam mengakui sepuluh perintah telah diberikan kepada Musa sebagai
kriteria untuk menyatakan sesuatu benar dan salah. Namun, jelas bahwa sebagian
besar badan keagamaan, menjadikan sepuluh perintah hanya sekedar ucapan di
bibir saja, dan tidak mempraktekkannya. Bahkan, semua tradisi kepercayaan dunia
mempertahankan setidaknya setengah dari perintah-perintah itu. Namun tidak ada
tradisi kepercayaan yang memelihara semua dari sepuluh itu secara nyata.
Sepuluh perintah muncul di hampir semua buku-buku pelajaran agama Kristen yang
pernah ditulis, tetapi beberapa dari perintah-perintah itu dijelaskan secara bertentangan
dengan pengertian yang nyata dan jelas dari teks-teks itu. Bagi Martin Luther
dalam “Katekismus Singkat” perintah Sabat berarti pergi ke gereja dan mematuhi
apa yang pengkhotbah sampaikan! Perintah yang sesungguhnya menetapkan
kewenangan Yahuwah telah dirampas untuk meningkatkan kekuasaan manusia. Bahkan
Gereja Katolik Roma mengajarkan sepuluh perintah dalam bentuk yang singkat dan
telah diubah di dalam katekismusnya.
Sepuluh perintah adalah unik karena di dalam semua
literatur klasik agama dunia terlihat bahwa tidak ada teks lain yang telah diklaim
telah diungkapkan langsung oleh Yahuwah kepada kerumunan besar orang banyak
selain hukum ini. Semua teks-teks lain datang melalui seorang individu,
seringkali melalui penglihatan, mimpi, atau batin seseorang. Melalui malaikat
dan nabi yang terkemuka, tapi jarang yang langsung berbicara dengan Yahuwah.
Kitab Keluaran pasal 20 melaporkan bahwa Yahuwah
berbicara secara langsung dan terbuka di atas Gunung Sinai setelah Israel
meninggalkan Mesir. Di seluruh dunia, terdapat petunjuk dan referensi mengenai wahyu
ilahi ini dalam tradisi lisan dari orang-orang yang terlempar-sangat jauh.
Suku-suku di Afrika, Amerika Utara dan Selatan, dan bagian lain dari bumi ini
telah mengabadikan kisah Yahuwah memberikan pesan kepada umat manusia di atas gunung.
Kadang-kadang rincian cerita tersebut sangat mirip dengan Alkitab. Kisah yang
diceritakan di kalangan Indian Amerika termasuk pengejaran musuh sampai mereka
binasa, mata air yang ajaib, perjanjian, gemuruh kilat di atas gunung, Sang
Pencipta yang berbicara langsung dari atas gunung, dan pemberian loh-loh batu.
Walaupun teks sepuluh perintah mungkin tidak muncul
dalam kitab-kitab suci yang lain, namun sebagian besar dari kitab-kitab suci itu
merujuk langsung ke sebagian besar dari sepuluh perintah itu. Tidak ada agama yang
mendukung pembunuhan, pencurian, perzinahan, atau tidak menghormati orang tua.
Kitab suci mereka mengacu pada prinsip-prinsip ini dalam istilah yang sangat
mirip dengan sepuluh perintah. Semua perintah dari sepuluh itu dirujuk di dalam
Al-Qur’an, termasuk hari Sabat di beberapa bagian. Kebanyakan tradisi agama
seperti Kristen memiliki prinsip-prinsip sepuluh perintah ini di dalam kitab
suci mereka, tetapi gagal untuk mempertahankan beberapa dari perintah-perintah
itu. Istilah Al-Qur’an mengejek para pelanggar-sabat, tapi itu tidak mencegah
umat Islam untuk secara umum mengabaikan hari Sabat, seperti saudara-saudara mereka
orang-orang Kristen. Di sisi lain, pada zaman dahulu tampak bahwa
prinsip-prinsip sepuluh perintah itu sangat terkenal dan diikuti. Pemelihara Sabat
di kalangan non-Yahudi tersebar secara luas.
Pentingnya sepuluh perintah dalam tradisi Yahudi
kuno adalah sangat besar. Beberapa orang menghargai hukum itu begitu tinggi, sehingga
mereka menganggap tidak ada hal lain lagi yang lebih penting dari itu. Pada masa
di mana buku-buku masih langka dan mahal, godaan untuk menganggap wahyu yang
terdiri dari sepuluh perintah adalah besar. Para Rabbi akhirnya memberantas ide
tersebut dari agama Yahudi, tetapi dengan biaya yang sangat besar. Hanya
setelah pelarangan pembacaan sepuluh perintah sebagai bagian dari doa-doa
sehari-hari dilakukan barulah mereka mampu mendidik rakyat Yahudi untuk melihat
tugas-tugas lain selain dari hukum itu sebagai sesuatu yang memiliki nilai yang
sama. Sejarah menyebutkan secara rinci dalam Liturgi Yahudi dan Pengembangannya,
AZ Idelsohn, halaman 91, 92.
“Di dalam pelayanan Bait Suci, Sepuluh Perintah
dibacakan sebelum Shema [teks Ibrani dari kitab Keluaran pasal 20 termasuk ayat
1 dan 2]. Namun, kebiasaan ini tidak dilakukan di luar Bait Suci, oleh karena Sekte
mencatat bahwa hanya perintah tersebut yang diungkapkan secara Ilahi
(b.Ber.12a). Dalam Nash-Papyrus sekitar abad pertama Masehi yang ditemukan di
Mesir, Sepuluh Perintah diberikan sebelum Shema.
“Sepuluh Perintah terus dibacakan di rumah-rumah
ibadat Palestina di Mesir sampai abad ketiga belas.
“Sebuah alasan yang lebih jelas diberikan dalam
Jer. Ber. 1, 3c, – Alasannya karena mereka (Orang Minim) tidak akan mengatakan
bahwa hanya ini (Sepuluh Perintah) yang diberikan kepada Musa di Gunung Sinai”.
Kohler menambahkan: “Hanya karena Yahudi-Kristen awal menyatakan Sepuluh
Perintah sebagai wahyu ilahi yang eksklusif, dan itu membuang hukum Musa lain dan
menjadikannya hanya sebagai peraturan-peraturan yang bersifat sementara, juga pembacaan
Dasa Titah dalam liturgi harian pagi yang kemudian dihapuskan”.
Ada banyak kesesuaian yang dinyatakan dan tersirat
di sini, tapi mungkin yang paling relevan dengan artikel ini adalah kenyataan
bahwa sepuluh perintah dulunya jauh lebih penting bagi baik agama Yahudi maupun
agama Kristen daripada sekarang. Satu-satunya kesimpulan yang bisa ditarik
adalah bahwa telah terjadi kesesatan yang bersifat umum dan meluas. Beberapa
orang masih mempertahankan keyakinan awal “Yahudi-Kristen”, bahwa
Sepuluh Perintah membentuk pusat dan menentukan wahyu ilahi disepanjang waktu
di segala tempat.
Mereka yang keluar dari Babel dan membentuk Gereja rumah untuk beribadah dalam kemurnian akan
melakukannya dengan baik untuk mempertimbangkan bahwa sepuluh perintah harus
dibaca dalam setiap pertemuan ibadah.
Apakah yang Dikatakan
Alkitab Tentang Sepuluh Perintah?
Kita telah melihat tiga naskah mendefinisikan
sepuluh perintah sebagai kata-kata yang diucapkan kepada publik “dari
tengah-tengah api” oleh Yahuwah di hadapan jutaan orang, dan ditulis
dengan jari Yahuwah sendiri. Itu ditegaskan kembali oleh lebih banyak teks
juga.
(Keluaran 24:12) Yahuwah berfirman kepada Musa:
“Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggallah di sana, maka Aku
akan memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah
Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka”. (Keluaran 31:18) Dan Yahuwah
memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung
Sinai, kedua loh hukum, loh batu, yang ditulisi oleh jari Elohim. (Keluaran
32:15) Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh
hukum dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis
sebelah-menyebelah.
Adalah menarik bahwa perintah-perintah ini ditulis pada
semua sisi dari loh batu itu. Kita tidak tahu seberapa besar atau bagaimana
bentuk batu itu, tapi jika dua loh batu itu dibandingkan dengan tablet tanah
liat kuno yang ditemukan di sejumlah tempat di Timur Tengah dan batu perjanjian
kuno yang ditemukan di antara orang-orang Het, yang memanjang seperti sebuah
kubus, dan memiliki enam sisi di mana tulisan-tulisannya muncul. Perjanjian-perjanjian
kadang-kadang pada zaman dahulu dimasukkan ke dalam dua teks yang sama yang
ditulis pada masing-masing dari dua batu, sebagai salinan dari perjanjian bagi
kedua belah pihak. Tapi dalam perihal ini tidak seperti itu, berdasarkan
tradisi baik diantara agama Yahudi maupun agama Kristen, yang membagi
perintah-perintah itu pada kedua loh batu. Hal ini ditegaskan oleh Ellen White
juga. “Perintah kelima adalah suci, tetapi jika anda harus melanggar salah
satu dari empat perintah yang pertama dari dekalog itu, dimana terungkap kewajiban
manusia kepada Sang Penciptanya, maka anda tidak akan berada dalam posisi yang benar
untuk menaati enam perintah yang terakhir di mana ditentukan kewajiban manusia kepada
sesamanya. Untuk melanggar salah satu dari perintah-perintah yang menentukan
kewajiban setiap orang kepada [Yahuwah] akan berarti melanggar prinsip-prinsip dari
seluruh hukum itu. Pena inspirasi mencatat bahwa orang yang bersalah pada salah
satu bagian akan bersalah terhadap semuanya. Jadi, haruskah Sabat hukum ke-empat
diabaikan, dan manusia membuktikan pengkhianatan pada pengakuan… [Yahuwah]
atas dirinya, apakah ketidaktaatan ini akan mempersiapkan dirinya untuk
memenuhi tuntutan hukum dengan menetapkan kewajibannya kepada orang tuanya di
bumi? Apakah hatinya akan ditetapkan melalui pelanggaran terhadap ajaran tulus
Yahuwah pada loh batu yang pertama, untuk memelihara aturan pertama dari loh
batu yang kedua. Kita dituntut, oleh perintah ini, untuk menghormati orang tua
kita, dan kita akan menjadi anak-anak yang tidak normal jika kita tidak
mematuhi ajaran ini. Tetapi jika kasih dan hormat kita kepada orang tua duniawi
kita sebesar itu maka betapa lebihnya lagi hormat dan kasih yang harus kita
berikan kepada Orang Tua surgawi kita.” {ST, 28 Februari 1878 par. 5}.
Yang penting adalah fakta bahwa Yahuwah sendiri
menulis pesan itu di atas loh batu dan memberikannya kepada Musa untuk dipelihara
sebagai firman perjanjian bagi umat. (Kel 32:16) Kedua loh itu ialah pekerjaan Yahuwah
dan tulisan itu ialah tulisan Yahuwah, ditukik pada loh-loh itu.
Setiap orang tahu bagaimana nasib dari dua loh batu pertama
dari perintah itu dan apa yang diperlukan untuk membuat dua loh batu yang baru.
Teori bahwa dua loh batu yang kedua dari perintah itu berbeda dengan dua loh
batu yang pertama tidak dapat dipegang, karena bertentangan dengan kisah dalam
Alkitab. (Kel 32:19) Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak
lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa;
dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki
gunung itu. (Kel 34: 1) Berfirmanlah Yahuwah kepada Musa: “Pahatlah dua
loh batu sama dengan yang mula-mula, maka Aku akan menulis pada loh itu segala
firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah kaupecahkan. (Kel 34: 4) Lalu
Musa memahat dua loh batu sama dengan yang mula-mula; bangunlah ia pagi-pagi
dan naiklah ia ke atas gunung Sinai, seperti yang diperintahkan Yahuwah kepadanya,
dan membawa kedua loh batu itu di tangannya. (Kel 34:28)
(Kel 34:29) Ketika Musa turun dari gunung
Sinai–kedua loh hukum perjanjian itu ada di tangan Musa ketika ia turun dari
gunung itu–tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia
telah berbicara dengan Yahuwah.
Sepuluh perintah yang dicanangkan dan ditulis oleh
Yahuwah ditegaskan dalam ringkasan khotbah Musa kepada orang Israel sebelum
mereka masuk ke Tanah Perjanjian. (Ulangan 5:22) Firman itulah yang diucapkan Yahuwah
kepada seluruh jemaahmu dengan suara nyaring di gunung, dari tengah-tengah api,
awan dan kegelapan, dan tidak ditambahkan-Nya apa-apa lagi. Ditulis-Nya
semuanya pada dua loh batu, lalu diberikan-Nya kepadaku.”
Kisah penghancuran dan pembaharuan loh batu itu
diulang di dalam kitab Ulangan pasal sembilan dan sepuluh. Penempatan
perintah-perintah itu di dalam tabut dijelaskan secara rinci di sana. (Ulangan
10: 1-5) “Pada waktu itu berfirmanlah Yahuwah kepadaku: Pahatlah dua loh
batu yang serupa dengan yang mula-mula, naiklah kepada-Ku ke atas gunung, dan
buatlah sebuah tabut dari kayu; maka Aku akan menuliskan pada loh itu
firman-firman yang ada pada loh yang mula-mula yang telah kaupecahkan itu, kemudian
letakkanlah kedua loh ke dalam tabut itu. Maka aku membuat sebuah tabut dari
kayu penaga dan memahat dua loh batu yang serupa dengan yang mula-mula;
kemudian aku mendaki gunung dengan kedua loh itu di tanganku. Dan pada loh itu
Ia menuliskan, sama dengan tulisan yang mula-mula, Kesepuluh Firman yang telah
diucapkan Yahuwah kepadamu di atas gunung dari tengah-tengah api pada hari kamu
berkumpul; sesudah itu Yahuwah memberikannya kepadaku. Lalu aku turun kembali
dari atas gunung, dan aku meletakkan loh-loh itu ke dalam tabut yang telah
kubuat; dan di situlah tempatnya, seperti yang diperintahkan Yahuwah kepadaku.
Loh-loh batu yang berisi perintah itu tetap tersimpan
di dalam tabut selama beberapa generasi. (1 Raja-raja 8: 9) Dalam tabut itu
tidak ada apa-apa selain dari kedua loh batu yang diletakkan Musa ke dalamnya
di gunung Horeb, yakni loh-loh batu bertuliskan perjanjian yang diadakan Yahuwah
dengan orang Israel pada waktu perjalanan mereka keluar dari tanah Mesir. (Juga
2 Tawarikh 5:10).
Perjanjian Baru tidak menggunakan istilah
“sepuluh perintah”. Tapi Perjanjian Baru menyebut hukum Yahuwah, loh-loh batu,
perjanjian, dan masing-masing dari perintah-perintah itu secara individual
berkali-kali. Istilah “loh-loh batu” pertama muncul di dalam (2 Korintus
3: 3) Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh
pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Eloah yang
hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam
hati manusia.
Ini adalah referensi pada Perjanjian Baru yang dinubuatkan oleh Yeremia. (Yeremia 31:31-34) Sesungguhnya,
akan datang waktunya, demikianlah firman Yahuwah, Aku akan mengadakan
perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian
yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar
dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi
tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman Yahuwah. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan
dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman Yahuwah: Aku akan
menaruh Hukum-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka
Aku akan menjadi Elohim mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah
lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan:
Kenallah Yahuwah! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah
firman Yahuwah, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi
mengingat dosa mereka”.
Banyak yang dibuat dari Perjanjian Baru oleh mereka
yang ingin mengatakan bahwa sepuluh perintah, yang bagi mereka artinya adalah
Sabat hari ke-tujuh, tidak lagi mengikat. Tapi apa yang ayat-ayat di atas
katakan? Dikatakan bahwa Yahuwah akan menempatkan hukum-Nya dalam batin mereka
dan menuliskannya dalam hati mereka. Ia tidak mengatakan bahwa Yahuwah akan
memberikan hukum yang baru, yang berbeda dari yang Dia berikan di gunung Sinai.
Yang Dia berikan di gunung Sinai gagal hanya karena orang-orang tidak memeliharanya,
bukan karena ada sesuatu yang salah dengan perintah-perintah itu. Eloah yang
sama yang menulis dengan jari-Nya sendiri di atas loh-loh batu itu berjanji
untuk menulis hukum yang sama dengan jari-Nya sendiri di dalam hati kita.
Sepuluh perintah yang ditulis di dalam hati dan bukan pada loh-loh batu itu adalah Perjanjian Baru.
Perjanjian Baru tidak mengatakan banyak tentang loh-loh
batu secara keseluruhan. Tapi apa yang sudah dikatakan adalah jelas dan
penting. Hal pertama dan paling penting adalah bahwa sepuluh perintah itu, di
bawah Perjanjian Baru telah ditulis di dalam hati. Hanya ada satu bagian lagi yang
menyebutkan loh-loh batu, dan itu adalah (Ibrani 9: 4) Di situ terdapat mezbah
pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut
dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi
manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan
perjanjian.
Loh-loh hukum ditempatkan di dalam tabut di dalam bait
suci. Di sana loh-loh hukum itu ditempatkan sebagai pengingat perjanjian antara
Yahuwah dan Israel. Tapi itu bukan hukum yang asli. Banyak orang yang berpikir
bahwa sepuluh perintah yang diberikan di gunung Sinai kepada orang-orang Yahudi
saja. Pertama-tama, itu tidak benar, karena orang-orang Yahudi hanya satu suku
dari dua belas suku yang berdiri di Gunung Sinai. Kedua, ada banyak campuran
besar orang yang juga ada pada saat itu. Mereka datang dari pusat kota paling
maju pada zaman itu, dari Mesir. Mereka mewakili semua orang di bumi, setiap
suku dan bahasa dan kaum. Tapi meskipun demikian, loh-loh batu di Sinai itu
bukanlah yang asli. Bentuk yang asli dari sepuluh perintah itu ada di surga itu
sendiri, di mana sepuluh perintah itu tetap abadi sebagai hukum Yahuwah. Dan
itulah sebabnya Perjanjian Baru memberi kita sekilas pandang pada sepuluh
perintah di dalam surga. (Wahyu 11:19) Maka terbukalah Bait Suci Yahuwah yang
di sorga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu dan
terjadilah kilat dan deru guruh dan gempa bumi dan hujan es lebat.
Sepuluh perintah itu tersembunyi dalam tabut
hukum di surga itu sendiri. Sebagaimana kita membiarkan hukum Yahuwah ditulis
pada hati kita, kita juga menjadi bait Yahuwah, refleksi dari kemuliaan surga.
Sepuluh perintah itu tidak berubah di surga. Yahuwah sanggup dan akan membuat sepuluh
perintah itu juga tidak berubah di dalam bait suci hati manusia.